Siapa yang suka menyanyi atau menggambar? Atau siapa yang suka
mendengarkan musik? Mungkin ada banyak orang akan menjawab “Saya!”
Ketiga kegiatan tersebut menurut sebagian besar orang bagaikan garam
dalam masakan. Banyak orang mengatakan dengan mendengarkan musik atau
menggambar akan menjadikan hati yang sedih menjadi terhibur. Namun
maukah kalian, wahai saudariku, melihat apa yang Allah Ta’ala dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perbuat terhadapnya? Jika
memang kita mengaku sebagai hamba Allah serta pengikut Rasulullah yang
setia, hendaknya kita memperhatikan masalah ini dengan sungguh-sungguh.
Dibalik Merdunya Nyanyian dan Musik
Mungkin ada di antara kita yang pernah mendengar bahwa Islam melarang
adanya musik dan gambar. Padahal telah kita ketahui bahwa sesuatu yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya pasti memiliki banyak keburukan bagi
manusia.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan di antara manusia ada yang mempergunakan
perkataan (suara) yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari
jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan.” (QS. Luqman: 6)
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata tentang ayat ini,
“Al-Lahwu (suara) di sini adalah lagu (ghina‘).” Pendapat yang sama juga
dikeluarkan oleh Ikrimah, Mujahid, al-Hasan, Sa’id bin Zubair, Qatadah
dan Ibrahim rahimakumullah yang menyatakan bahwa yang dimaksud al-lahwu
adalah lagu. Hasan Al-Basri berkata bahwa ayat tersebut turun untuk
menjelaskan tentang nyanyian dan seruling.
Dalam sebuah riwayat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, “Nanti pasti ada beberapa kelompok dari umatku yang menganggap
bahwa zina, sutra, arak dan musik hukumnya halal, (padahal itu semua
hukumnya haram).” (HR. Imam Bukhari dan Abu Dawud)
Saudariku, sebenarnya mengapa Allah dan Rasul-Nya membenci musik dan
nyanyian? Ibnu Taimiyyah rahimahullah menyebutkan beberapa di antara
bahayanya:
* Musik bagi jiwa seperti arak karena banyak orang yang melakukan
berbagai kekejian seperti zina dan penganiayaan dikarenakan mabuknya
musik dan penyanyi yang membawakannya. Al-Fadhil bin ‘Iyadh berkata,
“Nyanyian adalah tangga menuju zina.”
* Musik dapat menyebabkan pecandunya lebih mencintai penyanyi atau
pemain musik lebih daripada cintanya kepada Allah sehingga cintanya
tersebut dapat menjatuhkannya ke dalam kesyirikan tanpa dia sadari.
* Musik melalaikan manusia dari ketaatan kepada Allah. Berapa banyak
orang yang lebih menyukai musik daripada mendengarkan Al-Qur’an? Berapa
banyak orang yang melalaikan sholat karena hatinya tertambat pada lagu
atau musik? Maka benarlah apa yang dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim
rahimahullah, “Tidak seorang pun yang mendengarkan nyanyian kecuali
hatinya munafik yang ia sendiri tidak merasa. Andaikata ia mengerti
hakikat kemunafikan pasti ia akan melihat kemunafikan itu di dalam
hatinya, sebab tidak mungkin berkumpul di dalam hati seseorang antara ”
cinta nyanyian” dan “cinta Al-Qur’an”, kecuali yang satu mengusir yang
lain.” Juga perkataan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, “Nyanyian
menimbulkan kemunafikan dalam hati seperti air menumbuhkan sayuran,
sedang dzikir menumbuhkan iman dalam hati seperti air menumbuhkan
tanaman.” Serta Imam Ahmad rahimahullah, “Nyanyian itu dapat menumbuhkan
kemunafikan di dalam hati.” Kemudian ketika ditanya tentang syair-syair
Arab yang dinyanyikan, beliau berkata, “Aku tidak menyukainya, ia
adalah amalan baru, tidak boleh duduk bersama untuk mendengarkannya.”
Jumhur ulama berpendapat bahwa musik dan nyanyian adalah sesuatu yang
terlarang, seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Asy-Syafi’i yang
berpendapat bahwa nyanyian itu tidak disukai (baca = haram) karena
menyerupai kebatilan, adapun mendengarkan lagu adalah termasuk dosa.
Nyanyian yang Diperbolehkan
Namun benarkah, dalam Islam semua bentuk nyanyian terlarang? Perlu
kita ketahui bahwa ada beberapa nyanyian tanpa musik yang diperbolehkan
dalam Islam, yaitu:
1. Nyanyian di hari raya yang dilakukan oleh wanita. Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha.
“Rasulullah masuk menemui ‘Aisyah. Di dekatnya ada dua anak perempuan
yang sedang memainkan rebana. Lalu Abu Bakar membentak mereka, maka
Rasulullah bersabda: biarkanlah mereka, karena setiap kaum mempunyai
hari raya dan hari raya kita adalah hari ini.” (HR. Bukhari)
2. Nyanyian yang diiringi terbang (rebana) pada waktu pernikahan
dengan maksud memeriahkan atau mengumumkan akad nikah dan mendorong
orang untuk menikah tanpa berisi pujian akan kecantikan seseorang atau
pelanggaran terhadap syari’at. Namun nyanyian ini dinyanyikan oleh
wanita dan diperdengarkan di kalangan wanita pula.
Diriwayatkan dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata, “Pernah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku ketika saya
menikah. Beliau duduk di atas kasurku dan jarak beliau dengan saya
seperti jarak tempat dudukku dengan tempat dudukmu. Untuk memeriahkan
pernikahan kami, beberapa orang gadis tetangga kami menabuh rebana dan
menyanyikan lagu-lagu yang mengisahkan para pahlawan Perang Badar.
Ketika mereka asyik bernyanyi, ada salah seorang di antara mereka yang
mendendangkan, ‘Di tengah-tengah kita ada Nabi yang mengetahui apa yang
akan terjadi besok.’ Mendengar syair seperti itu Nabi berkata kepadanya,
‘Tinggalkan ucapan seperti itu! Bernyanyilah seperti nyanyian-nyanyian
sebelumnya saja!’” (HR. Bukhari)
3. Nyanyian pada waktu kerja yang mendorong untuk giat dan rajin
bekerja terutama bila mengandung do’a atau nyanyian yang berisi tauhid
atau cinta kepada Rasulullah yang menyebut akhlaknya atau berisi ajakan
jihad, memperbaiki budi pekerti, mengajak persatuan, tolong-menolong
sesama umat atau menyebut dasar-dasar Islam.
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan rahimahullah berkata bahwa
syair-syair yang diperdengarkan di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bukanlah dilantunkan dengan paduan suara semacam
nyanyian-nyanyian, dan tidak pula dinamakan nasyid-nasyid Islami, namun
ia hanyalah syair-syair Arab yang mencakup hukum-hukum dan tamtsil
(permisalan), penunjukan sifat keperwiraan dan kedermawanan. Selain itu,
para sahabat melantunkannya secara sendirian dikarenakan makna yang
terdapat di dalamnya. Mereka melantunkan sebagai syair ketika bekerja
yang melelahkan, seperti membangun (masjid) serta berjalan di waktu
malam saat safar (jihad). Maka perbuatan mereka ini menunjukkan atas
diperbolehkannya lantunan (syair) ini, dalam keadaan khusus (seperti)
ini. Selain itu, mereka tidak pernah menjadikan nyanyian sebagai
kebiasaan yang dilakukan terus-menerus, karena para shahabat adalah
generasi yang selalu mengisi hari-harinya dengan Al-Qur’an dan tidak
pernah tersibukkan dengan selain Al-Qur’an.
4. Adapun terbang (rebana) hanya boleh dimainkan pada waktu hari raya
serta pernikahan dan tidak boleh dipakai ketika berdzikir seperti yang
biasa dilakukan oleh kaum sufi, karena Rasulullah dan para shahabatnya
tidak pernah melakukannya.
Obat Bagi Hati
Jika setiap penyakit ada obatnya, maka bagaimana cara untuk mengobati
kecanduan akan musik dan nyanyian? Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
rahimahullah menyebutkan 3 cara menghindari nyanyian dan musik:
1. Menjauhkan diri dari mendengarkan nyanyian dan musik melalui televisi, radio, dan lain-lain, terutama lagu-lagu yang seronok.
2. Membaca Al-Qur’an, terutama surat Al-Baqarah.
“Sesungguhnya syaitan lari dari rumah yang di dalamnya dibacakan surat Al-Baqarah.” (HR. Muslim)
3. Mempelajari riwayat hidup Rasulullah sebagai seorang yang berakhlak mulia serta para shahabatnya.
Untuk pertama kali, mungkin masih ada yang merasa sulit untuk
menghilangkan kebiasaan mendengarkan musik. Namun saudariku, kita harus
yakin bahwa dalam setiap larangan-Nya selalu ada hikmah yang besar bagi
kita.
Hakikat Dibalik Keindahan Lukisan, Gambar dan Patung
Hakikat diutusnya para nabi dan rasul adalah untuk mendakwahkan
kepada manusia agar menyembah pada Allah semata, yaitu memurnikan aqidah
dari kesyirikan. “Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap
umat (yang berseru) sembahlah Allah dan tinggalkan thaghut itu. ” (QS.
An-Nahl: 36)
Pada zaman dahulu, banyak orang menjadi kafir karena menyembah patung
di samping menyembah Allah ‘Azza wa Jalla sebagaimana orang-orang
Quraisy yang kafir karena menyembah berhala. Awal mula penyembahan
patung adalah karena sikap orang-orang pada zaman Nuh ‘alahissalam
berlebihan dalam mengagungkan orang shalih. Setelah orang-orang shalih
itu meninggal, mereka kemudian membuat patung orang-orang shalih
tersebut yang lama-kelamaan menjadikannya sebagai sesembahan. Inilah
salah satu sebab mengapa Islam melarang memajang patung maupun membuat
gambar makhluk bernyawa karena hal itu dapat menjadi sarana terjadinya
kesyirikan.
Banyak orang yang berkata bahwa sekarang ini sudah tidak ada orang
yang menyembah patung lagi. Namun hal tersebut adalah sebuah kekeliruan
besar. Berapa banyak orang-orang yang kufur (Nasrani, Hindu, Budha, dll)
karena mereka lebih memilih menyembah patung yang tidak memiliki
kekuasaan sedikitpun daripada menyembah Allah ‘Azza wa Jalla? Apakah
patung-patung tersebut mampu melindungi pemujanya ketika mereka dalam
kesusahan? Jangankan membela pemujanya, membela diri mereka saja mereka
tidak akan bisa. Yang ada justru pemujanya yang melindungi mereka,
karena bagaimanapun patung-patung itu adalah benda mati yang dibuat oleh
manusia.
Benarkah Islam telah melarang adanya patung dan membuat gambar-gambar
makhluk bernyawa? Lalu apa buktinya? Allah Ta’ala berfirman, “Dan
mereka berkata, Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan)
tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwad, Yaghuts, Ya’uq dan Nashr. Dan
sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia).’” (QS. Nuh:
23-24)
Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Suatu ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangiku. waktu itu tirai
penutup bilik saya berupa kain tipis yang penuh dengan gambar (dalam
riwayat lain disebutkan: terdapat gambar kuda-kuda bersayap.) Melihat
tirai tersebut, beliau merobeknya dan wajahnya terlihat merah padam.
Beliau kemudian bersabda, ‘Wahai ‘Aisyah, manusia yang disiksa dengan
siksaan yang paling keras pada hari kiamat kelak adalah orang-orang yang
membuat sesuatu yang menyerupai ciptaan Allah’ (Dalam riwayat lain:
‘Sesungguhnya pembuat gambar-gambar ini kelak akan disiksa dan dikatakan
kepadanya, ‘Hidupkanlah apa yang telah kamu ciptakan ini!” Beliau
kemudian bersabda, “Sesungguhnya rumah yang di dalamnya terdapat
gambar-gambar tidak akan dimasuki malaikat.”) ‘Aisyah berkata, ‘Saya
kemudian memotong kain tersebut dan menjadikan sebuah bantal atau dua
bantal. (Saya kemudian melihat beliau duduk di atas salah satu dari dua
bantal itu meskipun bantal tersebut masih bergambar.)’” (HR. Bukhari,
Muslim, Al-Baihaqi, Al-Baghawi, Ats-Tsaqafi, ‘Abdurrazaq dan Ahmad)
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu Ta’ala mengomentari hadist tersebut dengan adanya dua petunjuk:
Pertama, haramnya menggantung gambar atau sesuatu yang mengandung gambar.
Kedua, larangan membuat gambar, baik berupa patung maupun gambar
biasa. Dengan kata lain menurut mayoritas ulama, baik yang memiliki
bayangan (3 dimensi) atau tidak.
Hadist di atas dikuatkan dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang mengisahkan bahwa Jibril ‘alaihissalam
mendatangi rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian
berkata kepada beliau, “Sesungguhnya di dalam rumah tersebut terdapat
korden yang bergambar. Oleh karena itu, hendaklah kalian memotong kepala
gambar-gambar tersebut, lalu jadikanlah sebagai hamparan atau bantal,
lalu gunakanlah untuk bersandar, karena kami tidak mau memasuki rumah
yang di dalamnya terdapat gambar-gambar.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah memerintahkan
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, “Jangan kau biarkan patung-patung
itu sebelum kau jadikan tidak berbentuk dan jangan pula kau tinggal
kuburan yang menggunduk tinggi sebelum kau ratakan.” (HR. Muslim)
Adapun gambar bagian-bagian tubuh kecuali muka adalah diperbolehkan
menurut sebagian ulama semisal gambar tangan, kaki, dan lain-lain. Hal
ini berdasarkan hadist Rasulullah, “Di dalam rumah itu terdapat tirai
dari kain tipis yang bergambar patung dan di dalam rumah itu terdapat
seekor anjing. Perintahkan agar gambar kepala patung yang berada di
pintu rumah itu dipotong sehingga bentuknya menyerupai pohon, dan
perintahkan agar tirai itu dipotong dan dijadikan dua buah bantal untuk
bersandar dan perintahkan agar anjing itu dikeluarkan dari rumah.” (HR.
At-Tirmidzi dalam Al-Adab 2806)
Bahaya Patung dan Gambar
Islam tidak mengharamkan sesuatu kecuali adanya bahaya yang mengancam
agama, akhlak dan harta manusia. Islam melarang patung dan gambar
makhluk bernyawa karena banyak mendatangkan bahaya:
1. Patung dan gambar dapat menjadi sarana kesyirikan, karena awal
mula dari kesyirikan dan kekufuran adalah adanya pemujaan terhadap
patung dan berhala.
2. Pada masa sekarang ini banyak dipasang gambar-gambar wanita yang
terbuka auratnya di sepanjang jalan dengan ukuran sangat besar. Hal ini
seakan-akan sudah dianggap sebagai sesuatu yang biasa, padahal Islam
sangat memuliakan wanita. Namun justru wanita sendiri yang rela dirinya
dieksploitasi dengan dalih seni dan keindahan.
3. Manusia yang paling pedih siksanya adalah pelukis dan pembuat gambar karena mereka meniru ciptaan Allah.
“Orang yang paling mendapat siksa pada hari kiamat adalah para pembuat gambar (pelukis)” (HR. Bukhari dan Muslim)
“Sesungguhnya pemilik gambar ini akan diadzab dan akan dikatakan
kepada mereka. Hidupkanlah apa yang telah engkau ciptakan.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
4. Membuat patung dan gambar adalah merupakan pemborosan karena biaya
yang dihabiskan untuk membuat maupun membelinya kadang sampai mencapai
jutaan rupiah.
5. Malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya terdapat
gambar atau lukisan makhluk yang bernyawa. Hal ini didasarkan pada sabda
Rasulullah, “Malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya terdapat
anjing dan lukisan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Gambar dan Patung yang Diperbolehkan
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menyebutkan bahwa terdapat beberapa gambar dan patung yang diperbolehkan, yaitu:
1. Gambar dan patung selain makhluk bernyawa.
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Apabila anda harus membuat
gambar, gambarlah pohon atau sesuatu yang tidak ada nyawanya.”
(HR.Bukhari)
2. Gambar-gambar yang dipasang di kartu pengenal seperti paspor, SIM dan lain-lain yang diperbolehkan karena keperluan darurat.
3. Foto penjahat agar mereka dapat ditangkap untuk dihukum.
4. Barang mainan anak perempuan yang dibuat dari kain seperti boneka
berupa anak kecil yang dipakaikan baju dengan maksud untuk mendidik rasa
kasih sayang pada anak perempuan. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
“Saya bermain-main dengan boneka berbentuk anak perempuan di depan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari)
5. Diperbolehkan gambar yang dipotong kepalanya sehingga tidak
menggambarkan makhluk bernyawa lagi. Hal ini berdasarkan perintah
malaikat Jibril ‘alaihissalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk memotong kepala gambar seperti pada hadist yang telah
disebutkan sebelumnya.
Demikianlah bagaimana agama yang hanif (lurus) ini telah menggariskan
yang terbaik bagi manusia. Hanya orang-orang yang beriman yang akan
mengikuti apa yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya dengan
bersegera dan penuh keikhlasan. Semoga kita semua termasuk ke dalam
golongan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Allahu Ta’ala a’lam.
Maraji’:
Adab Az-Zifaf (edisi terjemah) karya Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Bimbingan UntukPribadi dan Masyarakat (Taujihaat Islamiyyah) karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Al-Amru bil Ittiba’ wan Nahyu ‘anil Ibtida’ (edisi terjemah) karya Imam As-Suyuthi
sumber tulisan : Ummu Asma’