2 Comment
Boleh Membangun Kuburan dengan Hujjah (argumen) Makam Nabi pun Juga Dibangun ??


Ketika tak ada lagi dalil dan hujjah yang menguatkan kegemaran para pengagung kuburan dalam membangun kuburan.. Maka mereka pun mulai mencari2 dalil (baca : subhat) dari luar tuntunan..

Mereka berkata : "Kenapa gak boleh membangun kuburan..?? Sedangkan kalian sendiri justru membangun kubah di makam Nabi.."

Apakah hujjah (argumen) dari para pengagung kubur yang semacem ini bisa dibenarkan..??

Para ulama’ Al-Lajnah ad-Daimah mengatakan :

Berdirinya kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alahi wasallam bukan sebagai hujjah bagi yang mecari dalil untuk itu dalam membangun kubah di atas kuburan para wali dan orang-orang shaleh..

Karena adanya kubah di atas kuburannya, bukan atas wasiat dari beliau sallallahu’alaihi wa sallam, juga bukan prilaku para shahabat radhiallahu’anhum, bukan juga para tabiin, juga bukan (perbuatan) seorang pun dari para imam yang mendapatkan petunjuk di abad-abad permulaan yang disaksikan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam sebagai generasi terbaik. Sesungguhnya hal itu (merupakan prilaku) ahli bid’ah..

Telah menjadi ketetapan Nabi sallallahu’alahi wa sallam dalam sabdanya :

"Barangsiapa yang membuat perkara baru dalam urusan (agama) kami yang tidak ada (ajarannya) makaia tertolak"

Begitu pula telah ada ketetapan dari Ali radhiallahu anhu bahwa beliau berkata kepada Abu Al-hayyaj :

"Mari aku utus engkau sebagaimana Rasulullah sallallahu’alahi wa sallam mengutusku : Janganlah engkau membiarkan patung kecuali engkau hilangkan, dan jangan ada kuburan tinggi kecuali engkau telah RATAKAN" (HR. Muslim)

Tidak ada ketetapan dari Nabi sallallahu’alaihi wa sallam membangun kubah di atas kuburannya, juga tidak ada ketetapan dari para imam yang terbaik. Justeru ketetapan yang ada adalah membatalkan akan hal itu..

Maka selayaknya seorang muslim tidak tergantung dengan apa yang dibuat-buat oleh ahli bid’ah dengan membangun kubah di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam".

[Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Abdurrazzaq Afifi, Syekh Abdullah Gudayyan, Syekh Abdullah Qa’ud. (Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/264, 265)]

-

Syekh Syamsuddin Al-Afghany rahimahullah juga berkata :

"Al-Allamah Al-Khojnadi (1379 H) berkata dalam menjelaskan sejarah pembangunan kubah hijau yang dibangun di atas kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam :

'Setelah diteliti, dia (membangun kubur - AK) adalah bid’ah yang dilakukan melalui tangan-tangan sebagian penguasa yang tidak paham dan keliru yang jelas-jelas menyalahi hadits shahih muhkam (yang jelas mengandung hukum) dan jelas. Karena ketidak tahuan tentang sunnah serta sikap berlebih - lebihan dan mengikuti orang Kristen yang sesat dan bingung..

Ketahuilah, bahwa hingga tahun 678 H, kubah di atas kamar nabi yang di dalamnya ada kuburan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam tidak pernah ada..

Akan tetapi, hal tersebut baru dibangun oleh Raja Ad-Zahir Al-Mansur Qalawun As-Sholihi pada tahun itu (678 H). Maka dibangunlah kubah itu..

Saya katakan : Sesungguhnya (dia) melakukan hal itu karena melihat di Mesir dan Syam hiasan pada gereja orang Kristen. Maka dia menirunya karena tidak tahu terhadap perintah Nabi sallallahu’alahi wa sallam dan sunnah-sunnahnya. Sebagaimana Al-Walid menirunya dalam menghias masjid. Maka berhati-hatilah. (Wafa AL-Wafa).

Tidak diragukan lagi bahwa prilaku Qalawun ini –dengan tegas menyalahi hadits shahih dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam. Akan tetapi kebodohan adalah bencana yang besar. Dan berlebih-lebihan dalam mencintai dan mengagungkan adalah bencana yang mengerikan. Meniru orang-orang asing (non Islam) adalah penyakit yang memusnahkan..

Maka kami berlindung kepada Allah dari kebodohan, berlebih-lebihan dan dari meniru orang-orang asing."

(Juhud Ulama’ Al-Hanafiyah Fi Ibtol Aqoidil AL-Quburiyyah, 3/1660-1662)

-

Dua penjelasan diatas sebenarnya sudah cukup memberi jawaban kepada para pengagung kuburan yang beragumentasi dengan dikuburkannya Nabi shallallaahu’alaihi wasallam di dalam Masjid Nabawi. Lantas.. Bagaimana jika mereka tetap bersikeras..??

Kita katakan :

Hujjah (baca : syubhat) mereka ini bisa dimentahkan dari banyak aspek :

1. Bahwa antara kuburan dan masjid adalah dua tempat dan dua hal yang beda.. Nabi tidak pernah dikuburkan dalam masjid.. Tapi Beliau dimakamkan dalam rumah Beliau..

Dari Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhaa beliau berkata :

"Maka ketika sampai di hari giliranku, Allah ta’ala mencabut ruh beliau sedangkan beliau berada diantara dada dan leherku, dan beliau dikubur di rumahku" (HR.Al-Bukhary)

2. Begitu juga masjid tersebut tidak dibangun di atas kuburan.. Akan tetapi ia sudah dibangun semasa Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam masih hidup..

3. Bahwa melokalisir rumah Rasulullah shallallaahu’alaihi wasallam , juga rumah Ummu Aisyah sehingga "menyatu" dengan masjid bukanlah berdasarkan kesepakatan para sahabat.. Akan tetapi hal itu terjadi setelah mayoritas mereka sudah wafat.. Jadi, ia bukanlah atas dasar pembolehan dari para sahabat..

4. Bahwa kuburan Nabi shallallaahu’alaihi wasallam tersebut tidak terletak di dalam masjid bahkan telah "dilokalisir", karena ia berada di dalam bilik tersendiri yang TERPISAH dari masjid. Jadi, masjid tersebut tidaklah dibangun di atasnya..

Hingga bisa dikatakan :

Bahwa keberadaan makam tsb samasekali bukan bagian dari masjid.. Karena dilihat dari awalnya yang mmg keduanya berbeda dan terpisah.. Dan sampai sekarang pun tetap terpisah..

5. Dan harus diketahui.. Bahwa di tempat ini telah dibuat penjagaan dan dipagari dengan tiga buah dinding. Dan, dinding ini diletakkan pada sisi yang melenceng dari arah kiblat alias berbentuk segitiga. Sudut ini berada di sisi utara.. Sehingga seseorang yang melakukan shalat tidak dapat menghadap ke arahnya karena ia berada pada posisi melenceng (dari arah kiblat)..

Dengan demikian.. Argumentasi para pengagung kuburan dengan syubhat tersebut sama sekali termentahkan..

-

Tapi dari sini.. Mungkin bagi para pengagung kubur masih kebingungan dan masih menyisakan satu pertanyaan bagi mereka :

"Kalau membangun makam telah jelas menyelisihi tuntunan.. Lantas kenapa makam Nabi yang dibangun tsb tetap dibiarkan..??"

Kita katakan :

Sebenarnya penjelasan diatas (yaitu poin 1 - 5) sudah cukup sebagai jawaban.. Tapi bisa kita tambahkan penjelasan tentang mengapa bagunan tsb dibiarkan :

Boleh jadi, yang menjadi penghalang kenapa bangunan tersebut tidak dikembalikan keadaannya spt sediakala sebagaimana jaman Nabi.. Adalah agar tidak terjadi fitnah, dan khawatir terjadi kekacauan di kalangan awam karena ketidaktahuan dan ketidak mengertian mereka..

Orang2 awam, terutama dari kalangan pengagung kubur.. Baru dengar isu makam Nabi mau diratakan saja (sebagaimana perintah Nabi), sudah terjadi kekacauan dimana2, demo dimana2.. Padahal baru isu.

Mengembalikan makam Nabi spt sedia kala sebagaimana tuntunan adalah sangat penting, karna memang demikianlah perintah Nabi.. Tapi menjelaskan pada umat agar (pemahaman mereka) juga kembali pada tuntunan, agar umat pun mengerti, juga tidak kalah penting.. Agar tidak terjadi fitnah karenanya..

Dan harus dicamkan : Bahwa dibiarkannya kubah tersebut bukan berarti dibolehkan membangunnya, baik di situ maupun di kuburan manapun..

Syekh Shaleh Al-Ushaimi hafizahullah menjelaskan :

"Sesungguhnya berdirinya kubah tersebut selama delapan abad, bukan berarti dia dibolehkan. Juga bukan berarti jika didiamkan bermakna setuju atau dalil membolehkan..

Seharusnya penguasa umat Islam menghilangkannya, dan mengembalikan kondisinya seperti waktu kenabian, yaitu dengan menghilangkan kubah, hiasan dan dekorasi dalam masjid. Terutama pada Masjid Nabawi, jika hal itu tidak berdampak fitnah yang lebih besar..

Akan tetapi, jika berdampak fitnah lebih besar, maka penguasa (harus) berhati-hati disertai keinginan kuat (untuk mengembalikan seperti sedia kala - AK) jika memungkinkan."

(Bida Al-Qubur, Anwa’uha Wa ahkamuha, hal.253)

Wallahu A'lam.. Semoga Allah memberi kemudahan untuk memahaminya..

Posting Komentar Blogger

 
Top