Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu
hendak shalat sebagai imam, tiba-tiba seorang Yahudi mengajukan
kepadanya sebuah pertanyaan yang menurutnya menyulitkannya, dia mengira
Ali radhiyallahu ‘anhu tidak akan bisa berkonsentrasi pada shalatnya
karena sibuk memikirkan jawaban pertanyaan itu.
Yahudi: “Wahai Ali aku telah
mendengar tentangmu bahwa kamu adalah ahli hikmah karena ilmumu yang
segudang. Aku bertanya kepadamu satu pertanyaan di mana kamu tidak bisa
menjawabnya.”
Ali meladeni, “Katakan.”
Yahudi berkata, “Hewan apa yang bertelur dan hewan apa yang beranak?“
Ali menjawab, “Mudah.”
Ali menjawab, “Mudah.”
Yahudi ini terheran-heran. Padahal dia
mengira bahwa Ali akan pecah konsentrasinya di dalam shalat karena
memikirkan hewan yang bertelur dan hewan yang beranak.
Ali berkata, “Hewan dengan telinga menonjol beranak dan hewan dengan telinga tidak menonjol bertelur.”
Coba perhatikan di sekitar Anda?
Bapak Alim, Anak Kuli
Seorang bijak melihat pemuda tampan yang
terpancar darinya bekas kemuliaan dan ketenangan. Dia bertanya
kepadanya, “Apa pekerjaanmu?” Pemuda itu menjawab, “Kuli.” Orang bijak
itu kaget. Dia bertanya, “Siapa bapakmu?” Pemuda itu menjawab, “Seorang
alim.” Orang bijak itu berkata, “Sebaik-baik bapak dan seburuk-buruk
anak.”
Pemuda itu berkata, “Jangan berkata
begitu, katakanlah, ‘Sebaik-baik kakek dan seburuk-buruk bapak.” Orang
bijak bertanya, “Mengapa?” Pemuda itu menjawab, “Karena kakekku telah
mendidik bapakku sebagai seorang alim. Sementara bapakku mendidikku
sebagai kuli.” Orang bijak itu berkata, “Kamu benar.”
Ummu Siba’(Ibu Binatang Buas)
Seorang wanita berada di sebuah lembah,
sementara anak-anaknya sedang menggembala jauh darinya, seorang
laki-laki melewati lembah dan melihat seorang wanita sendirian.
Laki-laki itu memandangnya dengan pandangan yang mencurigakan.
Wanita itu sadar kalau laki-laki itu
memandanginya dengan mata kuarng sopan, dia berujar “Sepertinya kamu
merahasiakan sesuatu tentangku.” Karena merasa di tempat tersebut hanya
ada mereka berdua maka laki-laki berterus terang, dia menjawab, “Benar.”
Sadar terhadap hal buruk yang akan
menimpanya, maka wanita tersebut mengancam, “Jika kamu tidak
menghentikan maka aku akan berteriak memanggil binatang buasku.”
Dengan tersenyum kurang sopan, laki-laki
itu berkata, “Di lembah ini aku tidak melihat siapa pun selain kita.”
Wanita itu berkata, “Jika aku memanggil binatang buasku niscaya ia akan
melindungiku darimu dan membantuku atasmu.” Laki-laki itu bertanya,
“Apakah kamu mengerti binatang buas?” Wanita itu menjawab mantap,
“Sangat mengerti.”
Lalu dia mengangkat suaranya, dia
memanggil dengan suara melengking, “Wahai Fahd (singa), wahai Sarhan
(serigala), wahai Dziib (serigala).” Tiba-tiba tiga pemuda kekar datang
tergopoh-gopoh dari beberapa arah, laki-laki terhenyak, nyalinya nyiut,
keinginan terpendamnya susut seketika. “Ada apa denganmu wahai Ibu?”
Sontak ketiganya mengucapkannya kepada ibu mereka. Wanita tersebut
menjawab, “Orang ini tamu kalian, hormatilah dia.”
Wanita tersebut tidak ingin membuka niat
busuk laki-laki ini. Dia mengajarkan sopan santun dengan hikmah para
ahli hikmah, ilmu orang-orang yang tahu dan menutupi keburukannya. Maka
anak-anaknya menyembelih untuknya dan memberinya makan. Laki-laki itu
pergi dengan kekaguman karena melihat kemurahan anak-anak dan ibu mereka
yang mulia lagi bijaksana.
Lembah itu diberi nama Ummu Siba’ dan sampai sekarang dikenal dengan nama itu.
Dari Mausu’ah min Qashash as-Salaf, Ahmad Salim Baduwailan.
Posting Komentar Blogger Facebook