0 Comment
Selain untuk memperjuangkan kebebasan, motivasi Hamid mengambil jalur pemikiran karena ia ingin memahami dunia dengan cara sendiri. Ia ingin memahaminya dari permasalahan yang paling kompleks sampai paling sederhana. Beberapa fenomena yang menarik perhatiannya, yaitu tentang asal usul kehidupan, teori evolusi Darwin, dan material yang menjadi permulaan kehidupan ini.

Menurut Hamid, semua manusia berasal dari satu sel tunggal. Atas dasar inilah ia ingin memperjuangkan hak-hak kesamaan setiap manusia, tanpa membedakan etnis, suku maupun ras. Secara genetik pun setiap manusia itu sama saja. Jadi, sepantasnyalah jika manusia itu ditempatkan pada posisi yang sama (egaliter).
Sebagai seorang aktivis pejuang kebebasan dan hak asasi manusia (HAM), Hamid merasa malu dengan kondisi masyarakat yang saling berselisih. "Saya gelisah karena banyak kelompok yang mengatasnamakan Islam, seolah agama ini saling benci, padahal kan nggak, kita ini satu dan sama. Sebab itu, tidak satu orang pun yang punya hak tunggal untuk menafsirkan agama," ujarnya.

Dalam sisi pemikiran, kata Hamid, agama harus dipisahkan dengan ilmu pengetahuan atau sistem pemerintahan. Karena agama tidak punya sistem pemerintahan. Sama halnya dengan wilayah batin yang tidak bisa dicampuri orang lain, apalagi negara. "Negara tidak bisa mengatur sesuatu yang berkaitan dengan keyakinan batin warganya karena itu hak asasi setiap orang. Biarkan mereka meyakini apa yang menjadi keyakinannya."

Hamid adalah pengagum sosok mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bagi dia, Gus Dur tidak hanya politisi yang cerdas tapi sekaligus pemikir sosial, agama, dan budaya yang punya komitmen terhadap kebebasan, pluralitas, dan keragaman. Pemikirannya tentang kondisi Islam di Indonesia sedikit banyak memengaruhi Hamid. Ia dan Gus Dur sama menginginkan kebebasan beragama, demokrasi, dan penghargaan terhadap HAM. Hamid dua kali menulis buku yang berkaitan dengan Gus Dur: Gitu Aja Kok Repot dan Saya Gak mau Jadi Presiden Kok.

Hamid juga dikenal sebagai pentolan JIL. Ia juga dikenal sebagai aktivis Freedom Instutute dan Yayasan Aksara yang getol membela Ahmadiyah dan mengecam fatwa MUI. Dalam pidato ulang tahun JIL di Taman Ismail Marzuki pada 2010, Hamid menyebut Ulil sebagai sosok yang layak sebagai pembaharu. Dalam acara ulang tahun itu, Hamid juga menyatakan olok-oloknya terhadap hadits Nabi. "Ada yang bilang, mereka hafal enam ratus ribu hadits, ada Imam Addaruquthni yang bilang setengah juta. Saya pernah coba hitung, kalau itu dibagi dengan masa karier Nabi yang hanya dua puluh dua tahun, jadi Nabi itu ngomong kira-kira tujuh ratus hal sehari. Kalau itu yang kita pegang, maka Nabi adalah orang yang banyak berkata-kata," jelas Hamid Basyaib. Hamid juga pernah mengatakan, agama yang tidak menghargai harkat kemanusiaan dan kebebasan tidak perlu ada. "Agama hadir untuk manusia bukan sebaliknya. Jadi bukannya manusia harus mengabdi kepada agama karena manusia itu lebih besar dari apa pun, termasuk dari agama," kata Hamid. http://www.perspektifbaru.com/wawancara/705




BIODATA


Nama: Hamid Basyaib
Tempat, tanggal lahir: Bandar Lampung, 3 Juli, 1962
Pekerjaan: Penulis dan aktivis pada Freedom Institute dan Jaringan Islam Liberal (JIL). Menulis di beberapa media cetak, anggota tetap juri Achmad Bakrie Award, dan aggota tetap yuri Ahmad Wahib Award.

Kantor: Freedom Institute, Jalan Irian No. 8, Menteng, Jakarta Pusat 10350, Indonesia, Telp. 021-3190-9226
Faksimile: 021-391-6981, http://www.freedom-institute.org dan www.islamlib.com
Rumah: Jalan J. Saidi No.5, Kelurahan Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 10250, Indonesia

Pendidikan:
- Program Pascasarjana Ilmu Politik UGM (1991)
- S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta (UII, 1990)
- SMA Putra Indonesia, Yogyakarta (1981)
- SMPN 1 Telukbetung, Lampung (1977)
- SDN 21 Telukbetung, Lampung (1974)

Riwayat pekerjaan:
2008, Direktur Eksekutif Strategic Political INtelligence (SPIN)
2007--sekarang, Anggota Dewan Panasihat Yayasan Pantau
2005--sekarang, Direktur Program Freedom Institute
2005--2007, Koordinator Jaringan Islam Liberal (JIL)
2004--sekarang, aAggota Dewan Panasihat The Indonesian Institute
1999--2003, Peneliti senior dan editor pada Yayasan Aksara
1996--1999, Redaktur Pelaksana, majalah mingguan Ummat
1993--1996, Staf litbang harian Republika
1987, Redaktur harian Masa Kini, Yogyakarta
1986, Redaktur majalah duabulanan Kiblat

Buku:
Selain menulis, menerjemahkan, Hamid juga menjadi editor untuk banyak buku. Total karya yang lahir dari tangannya tak kurang 31 buku, antara lain Berkaca ke Mancanegara: Kumpulan Tulisan tentang Politik Internasional (1998), Agar Indonesia Tetap Bernyanyi: Pergolakan Menjelang dan Pasca-Reformasi (1999), Gitu Aja Kok Repot!: Ger-geran Bersama Gus Dur (2001), Saya Nggak Mau Jadi Presiden Kok!: Ger-geran Lagi Bersama Gus Dur (2002).

Posting Komentar Blogger

 
Top