Sabar secara bahasa berarti menahan. Adapun secara syariat, Sabar berarti menahan diri dari tiga hal:
Pertama, sabar untuk taat kepada Allah.
Kedua, sabar dari hal-hal yang diharamkan Allah.
Ketiga, sabar terhadap takdir Allah. Demikianlah macam-macam sabar yang disebutkan oleh ahli ilmu.
Masalah pertama, hendaknya manusia sabar untuk taat kepada Allah, karena ketaatan adalah sangat berat dan sulit bagi manusia. Begitu juga berat bagi badan, sehingga menjadikan manusia lemah dan capek. Ketaatan juga akan menimbulkan kesulitan dari aspek keuangan, seperti masalah zakat dan masalah haji. Yang penting bahwa dalam ketaatan ada kesulitan terhadap jiwa dan raga sehingga diperlukan kesabaran dan ketabahan. Allah Ta’ala berfirman
Pertama, sabar untuk taat kepada Allah.
Kedua, sabar dari hal-hal yang diharamkan Allah.
Ketiga, sabar terhadap takdir Allah. Demikianlah macam-macam sabar yang disebutkan oleh ahli ilmu.
Masalah pertama, hendaknya manusia sabar untuk taat kepada Allah, karena ketaatan adalah sangat berat dan sulit bagi manusia. Begitu juga berat bagi badan, sehingga menjadikan manusia lemah dan capek. Ketaatan juga akan menimbulkan kesulitan dari aspek keuangan, seperti masalah zakat dan masalah haji. Yang penting bahwa dalam ketaatan ada kesulitan terhadap jiwa dan raga sehingga diperlukan kesabaran dan ketabahan. Allah Ta’ala berfirman
يأ يها الذينءامنوا اصبروا وصابروا ورابطوا واتقوا الله لعلكم تفلحون“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu beruntung” (Ali Imraan 200)
Dari ayat diatas Allah Ta’ala memerintahkan
kepada manusia untuk menguatkan kesabaran dalam menjalankan ketaatan.
Hal ini karena ketaatan itu ada dua macam:
1. Kesabaran dari perbuatan yang dengannya
manusia merasa terbebani dan dipaksa, seperti berbagai macam perintah
ibadah dan perintah untuk istiqomah menjalankannya.
2. Kesabaran dari perbuatan yang membebani
jiwa karena melakukan ketaatan, seperti meninggalkan kemaksiatan. Ini
merupakan perbuatan yang sangat berat bagi jiwa yang condong kepada
perbuatan tercela.
Maka dari itu, menguatkan kesabaran untuk
menjalankan ketaatan lebih mulia daripada kesabaran menahan diri dari
kemaksiatan. Karena itu Allah Ta’ala berfirman “Dan Kuatkanlah
kesabaran”, saakan-akan ada orang yang menantangmu untuk bersabar,
seperti orang yang haru sabar menghadapi musuhnya dalam peperangan dan
jihad.
Masalah kedua,
sabar dari hal-hal yang diharamkan Allah. Manusia harus menahan dirinya
dari apa yang diharamkan Allah atasnya, karena jiwa manusia condong
kepada perbuatan tercela, maka manusia harus sabar dalam menahan diri
dari kebohongan, penipuan, interaksi, memakan harta dengan batil, baik
dengan riba atau dengan yang lainnya, berzina, minum khamr, pencurian
dan kemaksiatan lainnya.
Bersabar dari hal-hal yang diharamkan Allah,
artinya janganlah kita melakukannya, hendaknya menghindari dan jangan
mendekatinya. Kesabaran dari maksiat tidak akan terjadi kecuali orang
yang hawa nafsunya selalu mengajaknya untuk berbuat maksiat. Adapun
orang yang dalam hatinya tidak terbetik untuk berbuat maksiat, tidak
disebut sabar darinya. Maka jika hawa nafsu sedang mengajak untuk
berbuat maksiat, maka hendaknya bersabar dan menahan hawa nafsu
tersebut.
Masalah ketiga,
sabar terhadap takdir Allah yang tidak disukai. Dikarenakan takdir Allah
kepada manusia itu ada yang disukai dan ada yang tidak disukai. Takdir
Allah yang tidak disukai pada manusia seperti seseorang yang terkena
musibah pada badan, harta, keluarga, atau masyarakatnya dan sebagainya
yang bermacam-macam, maka diperlukan kesabaran dan ketabahan.
Realisasinya adalah, dia tidak berkeluh kesah, baik dengan lisan, hati ,
maupun anggota badan.
Kepastian untuk menjalani takdir Allah tidak
bisa dielakkan. Terlebih lagi Allah memang bermaksud untuk menguji
hamba-Nya dengan berbagai macam musibah. Maka berkeluh kesah terhadap
takdir tidaklah merubah keadaan melainkan hanya membuatnya bertambah
berat. Dalam hal ini, kesabaran adalah sebuah keharusan. Dan jika
manusia bersabar, Allah Ta’ala telah memerintahkan kepada Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam untuk memberikan kabar gembira serta pahala
yang tanpa batas.
Kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam menggambarkan ketiga tingkatan kesabaran yang disebutkan diatas:
Pertama, ketika
beliau ditinggalkan di dasar sumur oleh saudara-saudaranya, hingga
ditemukan oleh serombongan kafilah lalu dijual sebagai budak. Tidak ada
keluh kesah yang diceritakan oleh Al-Qur’an, sehingga hal ini
menunjukkan kesabaran beliau dalam menyikapi takdir Allah Ta’ala.
Kedua, ketika
beliau berhasrat dengan istri Al-Aziz dan istri Al-Aziz pun bermaksud
menggodanya, maka beliau menolakknya karena rasa takutnya kepada Allah
Ta’ala. Karena hawa nafsunya telah mengajak untuk berbuat maksiat dan
beliau mampu untuk menolakknya, maka inilah kesabaran beliau dalam
meninggalkan maksiat.
Ketiga, sebagai
puncak kesabaran beliau adalah ketika beliau memaafkan
saudara-saudaranya serta berbuat baik kepada mereka sementara beliau
pada waktu itu menjadi seseorang yang berkuasa di Mesir yang mana sangat
mudah untuk memberikan mudharat kepada saudara-saudaranya yang telah
mendhaliminya di masa silam.
Wallahu A’lam.
Posting Komentar Blogger Facebook