Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, “Sebaik-baik umat adalah generasiku, kemudian sesudahnya, kemudian sesudahnya” (HR. Bukhari-Muslim).
Yang dimaksud dalam hadits ini adalah 3 generasi awal umat Islam
yang merupakan generasi terbaik, yaitu generasi Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam dan para sahabat, generasi tabi’in dan generasi
tabi’ut tabi’in. Sering disebut juga generasi Salafus Shalih.
Tidak ada yang meragukan bahwa merekalah orang-orang yang paling
memahami Islam yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa
sallam. Maka bila kita ingin memahami Islam dengan benar, tentunya kita
merujuk pada pemahaman orang-orang yang ada pada 3 generasi tersebut.
Seorang sahabat yang mulia, Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu berkata,
“Seseorang yang mencari teladan, hendaknya ia meneladani para sahabat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam karena mereka adalah
orang-orang yang paling mulia hatinya, paling mendalam ilmunya, paling
sedikit takalluf-nya, paling benar bimbingannya, paling baik keadaannya,
mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat
Nabi-Nya, dan untuk menegakkan agamanya. Kenalilah keutamaan mereka.
Ikutilah jalan hidup mereka karena sungguh mereka berada pada jalan yang
lurus.” (Lihat Limaadza Ikhtartu Al Manhaj As Salafi Faqot, Salim bin
‘Ied Al Hilaly)
Bagaimana bila kita mengambil sumber pemahaman Al Qur’an dan hadits
selain dari para sahabat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam?
Apakah ada sumber lain yang lebih terpercaya? Apakah Islam dipahami
dengan selera dan pemahaman masing-masing orang? Bahkan jika seseorang
dalam memahami Al Qur’an dan hadits mengambil sumber dari yang lain,
maka dapat dipastikan ia telah mengambil jalan yang salah.
Mengikuti Jalannya Orang-orang Mukmin
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat An Nisa ayat 115 (artinya) :
“Dan barangsiapa yang menentang/memusuhi Rasul sesudah nyata baginya al-hidayah (kebenaran) dan dia mengikuti selain jalannya orang-orang mu’min,
niscaya akan Kami palingkan (sesatkan) dia ke mana dia berpaling
(tersesat) dan akan Kami masukkan dia ke dalam jahannam dan (jahannam)
itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali.”
Syaikh Salim Bin ‘Ied Al Hilaly setelah menjelaskan surat An Nisa ayat 115 berkata, “Dengan ayat ini jelaslah bahwa mengikuti jalan kaum mu’minin
adalah jalan keselamatan. Dan ayat ini dalil bahwa pemahaman para
sahabat mengenai agama Islam adalah hujjah terhadap pemahaman yang lain.
Orang yang mengambil pemahaman selain pemahaman para sahabat, berarti
ia telah mengalami penyimpangan, menapaki jalan yang sempit lagi
menyengsarakan, dan cukup baginya neraka Jahannam yang merupakan
seburuk-buruk tempat tinggal.” (Lihat Limaadza Ikhtartu Al Manhaj As
Salafi Faqot, Salim bin ‘Ied Al Hilaly)
Ketika turunnya ayat yang mulia ini, tidak ada orang mu’min di
permukaan bumi ini selain para sahabat. Maka, khithab /pembicaraan (yang
dimaksud dengan orang-orang mu’min dalam ayat tersebut) ini pertama
kali Allah tujukan kepada mereka.
Wallahu ‘alam bish shawab.
Sumber : disarikan dari berbagai sumber
Posting Komentar Blogger Facebook