Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah, anggota Kibarul Ulama'
kerajaan Saudi Arabia, pernah ditanya tentang masalah ini, dan
beliau menjawab sebagai berikut :
beliau menjawab sebagai berikut :
"Pengecualian
boneka anak-anak dari larangan membuat patung dan gambar benar adanya,
akan tetapi yang perlu dipikirkan lebih lanjut adalah: Boneka yang
bagaimanakah yang diperkecualikan, apakah boneka yang model dahulu yang
notabene tidak sedetail boneka zaman sekarang, dan yang tidak memiliki
mata, mulut, hidung sebagaimana yang ada pada boneka yang ada pada zaman
sekarang ataukah pengecualiannya mencakup seluruh boneka anak-anak,
walaupun seperti yang ada sekarang ini? Permasalahan ini perlu dikaji
lebih lanjut, dan kita perlu bersikap hati-hati. Yang lebih selamat
adalah menjauhi boneka yang ada zaman sekarang dan mencukupkan diri
dengan boneka model zaman dahulu saja."
Wallahu a'alam bisshawab.
HUKUM BONEKA YANG DAPAT BERBICARA DAN MENANGIS
Pertanyaan :
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ada berbagai macam bentuk
boneka, diantaranya boneka yang terbuat dari kapas, yang bentuknya
seperti karung yang memiliki kepala, tangan dan kaki, ada pula yang
bentuknya sangat mirip dengan manusia, dapat berbicara, menangis atau
berjalan layaknya manusia. Apa hukum membuat atau membelikan
boneka-boneka semacam itu untuk anak-anak perempuan untuk tujuan
pengajaran dan sebagai hiburan?
Jawaban :
Boneka
yang bentuk dan wujudnya tidak sempurna dan memiliki beberapa anggota
tubuh dann kepala tetapi tidak jelas bentuknya, maka hal itu jelas
diperbolehkan dan boneka-boneka seperti itulah yang dimainkan oleh
Aisyah Radhiyallahu ‘anha.
Sedangkan
bila boneka tersebut memiliki bentuk yang sempurna seolah-olah engkau
menyaksikan manusia, apalagi boneka itu dapat bergerak atau dapat
mengeluarkan suara, aku tidak berani mengatakan bahwa hal itu
dibolehkan, karena boneka-boneka itu secara langsung telah menyerupai
bentuk makhluk ciptaan Allah. Secara dzahir bahwa boneka yang digunakan
oleh Aisyah untuk bermain bukanlah boneka yang memiliki bentuk dan sifat
yang demikian, maka menjauhi hal–hal itu adalah lebih utama, akan
tetapi aku tidak mengatakan secara langsung bahwa hal itu adalah haram,
karena dalam masalah tersebut ada pengecualiaan bagi seorang anak kecil
yang tidak memiliki oleh orang-orang dewasa.
Anak
kecil cenderung memiliki watak suka bermain dan bersenang-senang, dan
mereka tidak dibebani oleh berbagai macam ibadah hingga kita sering
berkata bahwa waktu mereka lebih banyak digunakan untuk bermain dan
bersenda gurau. Jika seseorang hendak memiliki benda seperti ini, maka
hendaklah ia melepas kepala boneka itu atau memanggangnya di atas api
hingga boneka itu menjadi lunak kemudian menghimpitnya sehingga tidak
terlihat lagi ciri-cirinya.
[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 684-685]
HUKUM MEMBUAT BONEKA YANG DILAKUKAN OLEH SEORANG ANAK ATAU ORANG DEWASA
Pertanyaan :
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apakah ada perbedaan antara
seorang anak kecil yang membuat sebuah boneka untuk bermain dengan kita
yang membuatkan atau membelikan mereka boneka?
Jawaban :
Saya
berpendapat bahwa pembuatan boneka yang menyerupai makhluk Allah adalah
haram, karena pebuatan itu termasuk dalam perbuatan membuat gambar yang
tidak diragukan keharamannya. Akan tetapi bila boneka tersebut dibuat
oleh golongan yang bukan muslim, maka hukum manfaatnya sebagaimana yang
telah saya sebutkan.
Tetapi daripada kita membeli benda-benda seperti itu, sebaiknya kita membelikan mereka barang seperti sepeda, mobil-mobilan, ayunan atau barang-barang lainnya yang tidak berwujud makhluk bernyawa.
Tetapi daripada kita membeli benda-benda seperti itu, sebaiknya kita membelikan mereka barang seperti sepeda, mobil-mobilan, ayunan atau barang-barang lainnya yang tidak berwujud makhluk bernyawa.
Adapun
boneka yang terbuat dari kapas dan boneka-boneka yang bentuknya
jelas-jelas memiliki anggota tubuh, kepala dan kaki tetapi tidak
memiliki mata dan hidung, maka hal itu tidak dilarang, karena boneka itu
tidak memiliki kesurupaan dengan makhluk ciptaan Allah.
[Syaikh Ibn Utsamin, Fatawa Al-Aqidah, hal. 675 ]
Posting Komentar Blogger Facebook