Al-Hizbu secara bahasa adalah kelompok atau kumpulan manusia. (Al-Qomus
Al-Muhith, Fairuz Abadi hal. 94). Dia berkata dalam Bashoir Dzawi Tamyiz
2/457: “Bashirotun fi Hizbi adalah kumpulan yang di dalamnya ada
permusuhan”.Dan dikatakan bahwa Al-Hizbu adalah kelompok-kelompok yang
berkumpul untuk memerangi para Nabi.
Dan firman Allah Ta’ala:
"Artinya : Maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang". [Al-Maidah:56]
Sedangkan firman Allah Ta’ala:
"Artinya : Dan orang-orang yang beriman itu berkata: “Hai kaumku,
sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa (bencana) seperti peristiwa
kehancuran golongan yang bersekutu"[Al-Mukmin :30]
Al-Ahzab disini adalah kaum Nuh, ‘Ad, Tsamud dan orang-orang yang
dihancurkan Allah setelah mereka [1]. Berkata Syaikh Ustadz Shofiyur
Rohman Mubarokfuri : “Al-Hizbu secara bahasa adalah sekelompok manusia
yang berkumpul karena kesamaan sifat, keuntungan atauikatan keyakinan
dan iman. Karena kukufuran, kefasikan dan kemaksiatan. Terikatoleh
daerah, tanah air, suku bangsa, bahasa, nasab, profesi atau
perkara-perkara yang semisalnya, yang biasanya menyebabkan manusia
berkumpul atau berkelompok”.[2]
Sedangkan dalam Al-Qur’an, lafadz hizbi mengandung beberapa makna:
[1]. Bermakna kumpulan orang yang masing-masing berbeda mahzab, ajaran dan alirannya.
"Artinya : Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka". [Ar-Ruum : 32]
[2]. Bermakna laskar syaitan:
"Artinya : Mereka itulah adalah golongan syaitan. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongansyaitan itulah golongan yang merugi" [Al-Mujadilah :
19]
[3]. Bermakna tentara Ar-Rohman:
"Artinya : Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung" [Al-Mujadilah : 22]
Tidak samar lagi bagi siapapun yang memiliki pengetahuan bahwa
masing-masing hizbi memiliki dasar-dasar dan pemikiran atau
aturan-aturan yang menjadi undang-undang bagi hizbi tersebut, sekalipun
mereka tidak menamainya demikian.
Dan undang-undang ini sama dengan azas yang menjadi sumber bagi
aturan-aturan hizbi (kelompok) tersebut, dan dibangun diatasnya. Maka
siapa saja yang mau mengakuinya dan menjadikannya sebagai dasar dalam
beraktivitas, tergabunglah dia di dalam hizbi tersebut. Dia menjadi
salah satu dari anggota-anggotanya,bahkan menjadi tokoh dari sekian
tokoh-tokohnya. Sedang siapa saja yang tidak setuju, berarti bukan
kelompok mereka. Jadi, undang-undang inilah yang menjadi dasar dalam
wala’ (kasih sayang), bara’(membenci/bermusuhan), dalam bersatu dan
berpecah, memuji dan menghina…[3]
Dari sini kita pahami bahwa di dunia ini hanya ada dua hizbi (kelompok) :
Hizbullah dan Hizbu Syaithan ; orang-orang yang beruntung dan
orang-orang yang merugi ; Muslimin dan Kafirin,….Maka barangsiapa yang
memasukkan kelompok-kelompok yang bermacam-macam di dalam Hizbullah ini,
berarti dia telah berandil besar dalam memecah belah Hizbullah ini,
memecah kalimat mereka yang satu.
FENOMENA HIZBIYYAH
Merupakan kewajiban setiap muslim untuk mencabut system hizbiyyah yang
sempit dan dibenci, yang melemahkan Hizbullah. Dan tidak perlu
memberikan secuil cinta pun terhadapnya, agar agama ini seluruhnya hanya
untuk Allah. Adapun sekedar lari dari lafadz hizbi kepada nama-nama
lain yang dirasa pantas dan lebih enak didengar adalah menjerumuskan
diri ke dalam kebodohan. Sebab lafadz hizbi pada hakekatnya –baik secara
bahasa ataupun secara syar’i- tidaklah tercela. Namun pada prakteknya,
di balik lafadz ini hanyalah perselisihan, ikatan-ikatan yang tidak
jelas, perpecahan dan sebagainya. Oleh karena itu merubah nama dengan
hakekat yang semacam itu adalah perbuatan yang tidak pantas serta menipu
orang lain dan diri sendiri. Karena nama tidak dapat merubah hakekat.
Seseorang yang berwajah buruk tidak bisa menjadi bagus dan tampan hanya
dengan kita beri nama Jamil, Hasan, atau Mas Bagus. Ini suatu misal.
Demikian juga hizbiyyah (kelompok-kelompok) yang penuh dengan
penyimpangan dari jalan agama yang lurus ini, baik dalam masalah
i’tiqod, manhaj, mu’amalah dan lain-lain. Atau mengkonsumsi hasil
pikiran sesat dari orang-orang yang kurang puas terhadap Sunnah Rosul
dan manhaj salafi, menjadikan adat-istiadat –yang jelas-jelas mengotori
agama ini- sebagai dasar gerakannya, juga tidak memiliki nyali untuk
ingkarul mungkar karena takut miskin dan celaan manusia, menjadikan
kebodohan dan prasangka sebagai dalil dalam dakwah dan sejenisnya,
sekalipun diberi label atau nama : “Jama’atul Muslimin”,
“JamaahTabligh”, “Islam Jamaah”, “Darul Hadist”, “Ikhwanul Muslimin”,
“Darul Islam”, “Harokah Sunniyah”, “Salamullah” atau nama-nama antik dan
indah lainnya, tidak akan secuilpun merubah hakekat sebenarnya.
PerhatikanHadistberikut:
Dari Jabir bin Abdullah dia berkata : Kami berperang bersama Nabi dan
sekelompok kaum Muhajirin berkumpul bersama beliau. Di antara kaum
Muhajirin ada seorang yang suka bercanda sehingga memukul pantat orang
Anshor. Maka sangat marahlah sahabat Anshor tersebut. Sehingga
masing-masing kubu saling berseru. Orang Anshor tersebut berkata: “Wahai
orang-orang Anshor,….”.Orang Muhajirin berkata: “Wahai orang-orang
Muhajirin,…”.Mendengar hal tersebut Nabi keluar seraya berkata: “Ada apa
dengan seruan Jahiliyyah itu?” Kemudian bertanya: “Apa yang terjadi
kepada mereka?” Kemudian beliau dikabarkan bahwasannya ada seorang
Muhajirin memukul pantat seorang Anshor. Selanjutnya Nabi bersabda ;
“Tinggalkanlah, karena itu sangat buruk”.[HR. Bukhori : 3518, 4905,
4907].
Dua nama “Muhajirin” dan “Anshor” merupakan dua nama syar’i yang disebut
dalam Al-Qur’an dan Sunnah, bernasab dengan keduanya adalah baik, bukan
sekedar nisbah seperti bernasab kepada suku dan daerah asal. Dan juga
bukan suatu yang makruh atau bahkan harom seperti bernasab kepada
hal-hal yang mengarah kepada bid’ah dan maksiat. Tapi nama syar’i yang
baik ini tidak bisa membuat hakekat-hakekat yang buruk (hizbiyyah)
menjadi baik. Bahkan karena hakekat ini Rasul mengingkarinya dengan
menyatakan sebagai panggilan Jahiliyyah. Karena sekedar mendakwahkan
nasab atau menyatakan adanya hubungan dengan sesuatu, semisal manhaj,
atau nama-nama baik yang syar’i tidaklah cukup, bahkan bisa jadi
bertepuk sebelah tangan jika hakekatnya tidak seperti namanya.
Penyair arab berkata:
"Setiap Orang mengaku punya hubungan dengan Laila, padahal Laila tidak mengakuinya".
Kalau demikian, perbedaan keyakinan atau perkara-perkara pokok yang lain
tidak bisa dijadikan dalil untuk bolehnya berkelompok-kelompok sesuai
dengan keyakinanmasing-masing.
HIZBIYYAH PEMECAH BELAH UMAT
Kita bisa saksikan masih banyak orang-orang yang kurang berfungsi atau
memang sudah tidak berfungsi mata, telinga dan hatinya. Sehingga
berceloteh dengan menyebarkan hadits yang tidak ada asalnya untuk
melegitimasi keinginannya. Perselisihan umatku merupakan rahmat. Mereka
buta, tuli serta tidak bisa memahami nash-nash yang shohih dan gamblang
seperti firman Allah Ta’ala:
"Artinya : Dan perpeganglah kamu semuanya kepada tali (Agama) Allah dan janganlah kamu bercerai berai" [Ali-Imron : 103]
Dan firman Allah Ta’ala:
"Artinya : Dan Janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai
dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat" [Ali-Imron
:105]
Dan firmanNya:
"Artinya : Janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka
menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada golongan mereka" [Ar-Rum : 31-32]
Dan firmanNya:
"Artinya : Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang
telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kam wahyukan
kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa,
yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya"
[As-Syuro : 13]
Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Karena orang yang hidup di antara kalian sesudahku nanti, dia
akan menyaksikan perselisihan yang sangat banyak sekali. Maka wajib
bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Khulafa’
Rosyidin setelahku. Gigitlah sunnahku dengan gigi geraham [HR. Abu Dawud
dan Tirmidzi]
Sabdanya pula:
"Artinya : Sesungguhnya agama ini akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga
golongan. Tujuh puluh dua di neraka, dan satu di surga. Dialah
Al-Jama’ah" [Lihatlah Shohihul Jami’ : 638]
Dan hadist-hadist lain yang semisal.
Demikianlah…..hizbiyyah menjadi sangat identik dengan perpecahan. Ibarat
dua sahabat karib yang memiliki hubungan yang kokoh. Dimana ada
hizbiyyah, disitu pula terletak perpecahan. Di mana terjadi perpecahan,
di sana pula ditegakkan prinsip-prinsip hizbiyyah. Hal ini tidak samar
lagi bagi ahli ilmu dan tholabul ilmi. Perhatikan kembali hadist diatas
(tentang Muhajirin dan Anshor). Disitu Rasulullah telah memerangi
benih-benih perpecahan dan hizbiyyah ketika beliau melihat gelagat akan
tumbuhnya sifat-sifat hizbiyyah yang sangat erat dengan perpecahan.
Padahal seruan yang mereka nasabkan adalah seruan yang terpuji lagi
baik, yaitu seruan yang bernasab kepada Muhajirin dan Anshor. Bukankah
Allah telah memuji mereka, Muhajirin dan Anshor?
Perhatikan firman Allah berikut:
"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik" [At-Taubah : 100]
Ketika nama-nama yang mulia ini dijadikan seruan-seruan untuk menganggap
dirinya lebih baik dari yang lain atau memenangkan/menolong seseorang
karena dia termasuk kelompoknya, Rasulullah mengingkarinya dan
menyebutnya sebagai seruan jahiliyyah. Dan semakna pula dengan seruan
jahiliyyah ini adalah seruan atau bernasab kepada suatu qabilah, ta’asub
(fanatik) kepada seseorang, kepada suatu mahzab atau kelompok, kepada
syaikh, ‘alim dan ulama’, mengunggulkan sebagian atas sebagian yang lain
sekedar berdasarkan hawa nafsu dan fanatik buta. Lalu membangun wala’
(cinta) dan permusuhan di atas sifat dan sikap yang semacam itu tadi dan
mengukur manusia ini di atas neraca tersebut, maka semua ini adalah
seruan dan sitem jahiliyyah.
Kesimpulannya bahwa perpecahan dan perselisihan serta bentuk hizbiyyah,
apapun jenis dan dasarnya, tidaklah selaras dengan tabiat Islam sama
sekali. Dan bentuk hizbiyyah ini pasti hanya mendatangkan mudhorot dan
kejelakan yang jauhlebih banyak dan berbahaya daripada manfaat dan
kebaikannya kalaulah ada manfaat dan kebaikannya bagi kaum Muslimin. Dan
agama kita pun telah melarang perpecahan dan perselisihan ini secara
mutlak dan menjadikannya sebagai sebab kelemahan dan kehinaan
kaummuslimin.
"Artinya : Janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu" [Al-Anfal : 46]
Allah tidak membatasi larangan perselisihan ini, bahkan memutlakkannya
agar mencakup segala macamnya. Bahkan Allah tidak hanya sekedar melarang
saja, tapi Allah mewajibkan kaum muslimin untuk bersungguh-sungguh
dalam meraih kebenaran ketika terjadi perselisihan.
Firman-Nya:
"Artinya : Hai orang-orang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah
Rasul(Nya), dan Ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an)
dan Rasul (Sunnah)". [An-Nisa’ : 59]
Jadi perpecahan dan hizbiyyah ibarat dua sisi mata uang yang tidak
terpisahkan. Kita harus benar-benar memahami dan mengambil sikap yang
benar. Sekalipun hal ini dianggap kecil dan remeh oleh semantara orang
yang memandang. [4]
Mudah-mudahan Allah mengokohkan langkah dan hati di atas jalan sunnah.
[Sumber : Buletin Al-Furqon Edisi 10 Tahun 1]
_________
Foote Note
[1]. Lihat Lisanul ‘Arob:I/308-309.
[2]. Al-Ahzab As-Siyasiyyah fil Islam,hal.7.
[3]. Lihat Al-Ahzab As-Siyasiyyah fil Islam, hal.13
[4]. Lihat kitab Ad-Da’wah ila Allah, Syaikh Ali Hasan, hal. 53-74
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar Blogger Facebook