0 Comment


Atha’ bin Yasar al-Hilali Abu Muhammad al-madani al-Qadhi, mantan budak Maimunah, faqih, banyak meriwayatkan hadits, wafat tahun 103 dalam usia 84 tahun di iskandariyah Mesir.
Aku membaca kisah ini dari kitab al-Atqiya’ wa fitanin Nisa (orang-orang bertakwa dan fitnah kaum wanita), perawi kisah ini berkata sebagai berikut:
Atha bin Yasar dan saudaranya Sulaiman bin Yasar (salah seorang ulama Madinah wafat tahun 94 dalam usia 73 tahun) keluar dari Madinah untuk berhaji bersama dengan para sahabat mereka. Hingga saat mereka berada di al-Abwa’ mereka turun pada satu tempat persinggahan milik mereka. Maka kemudian Sulaiman dan sahabat-sahabatnya pergi untuk sebagian hajat keperluan mereka, dan tinggallah ‘Atho’ sendirian berdiri shalat. Kemudian masuklah kepadanya seorang wanita badui yang cantik. Maka tatkala ‘Atho’ merasakan kehadirannya, dia menyangka kalau wanita tersebut memiliki hajat keperluan kepadanya, hingga diapun meringankan shalatnya dan berkata kepadanya:
“Kamu butuh sesuatu?”.
Ya.”jawab wanita itu.
“Kebutuhan apa?”tanya ‘Atho’.
“Berdirilah, gaulilah aku, sesungguhnya aku menginginkan laki-laki, dan aku tidak memiliki suami. “Jawabnya.
“Pergilah kamu dariku, janganlah engkau membakarku dan dirimu dengan api nerakakata’Atho
‘Atho’ pun melihat kepada wanita cantik tersebut, maka wanita itu mulai merayunya dan dia tidak menghiraukan apapun kecuali apa yang diinginkannya. Maka ‘Atho pun menangis dan berkata,‘Celaka kamu, pergilah dariku, pergilah dariku’.

Kemudian semakin keraslah tangisannya. Maka tatkala wanita tersebut melihat kepadanya, dan tangisan serta ketakutannya, wanita itupun menangis karena tangisan ‘Atho
Maka di saat dia seperti itu, tiba-tiba Sulaiman bin Yasar kembali dari hajatnya, maka tatkala dia melihat kepada ‘Atho yang menangis sementara wanita tersebut berada di hadapannya sambil menangis di sisi rumah, Sulaimanpun menangis karena tangisan keduanya, dia tidak tahu apa yang membuat keduanya menangis.
Kemudian sahabat-sahabat keduanyapun datang satu demi satu. Setiap kali seorang datang dan melihat mereka menangis, diapun duduk ikut menangis karena tangisan mereka, tanpa bertanya tentang perkara mereka hingga tangisanpun menjadi banyak, dan suarapun meninggi.
Tatkala wanita badui tersebut melihat kejadian ini, diapun berdiri dan keluar. Kaum itupun berdiri dan masuk ke tempat masing-masing. Setetah itu, Sulaimanpun diam tanpa bertanya apapun kepada saudaranya tentang kisah dia dengan wanita tersebut, sebagai bentuk pengagungan dan juga karena kewibawaannya. Kemudian keduanya tiba di Mesir untuk sebagian hajat mereka, lalu keduanya tinggal di sana selama waktu yang dikehendaki oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Pada suatu malam, saat ‘Atho tertidur, dia terbangun dalam keadaan menangis. Maka berkatalah Sulaiman,”Apa yang membuatmu menangis wahai saudaraku?
“Mimpi yang kulihat tadi malam”,jawab ‘Atho
“Mimpi apa itu?” tanya Sulaiman.
(Akan aku beritahukan kepadamu) dengan syarat engkau tidak memberitahukannya kepada siapapun selagi aku masih dalam keadaan hidup, “jawab ‘Atho’.
“Bagimu apa yang engkau syaratkan”, kata Sulaiman.
‘Atho berkata:
“Aku melihat Nabi Yusuf pada tidurku. Maka kemudian aku datang untuk melihat kepada beliau di tengah-tengah orang yang melihat kepada beliau. Maka tatkala aku melihat ketampanannya, akupun menangis. Maka beliau melihat kepadaku di tengah manusia.
Apa yang membuatmu menangis wahai seorang laki-laki,
tanya beliau.
‘Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu wahai Nabi Allah, aku mengingat anda dan wanita pejabat, dan apa yang anda diuji dengannya dari perkara wanita tersebut, apa yang anda temui di penjara, perpisahan dengan ayahanda Yakub, maka akupun menangis karenanya, dan takjub karenanya”, kataku.
“Maka tidakkah engkau takjub dengan pemilik (kisah dengan) seorang wanita badui di al-Abwa’?” kataYusuf.
“Maka aku pun mengetahui yang beliau maksud, maka akupun menangis dan terbangun dan tidur dalam keadaan menangis.
Sulaiman berkata:
“Wahai saudaraku, apa gerangan keadaan wanita tersebut?”
Maka ‘Atho’pun menceritakan kisah tersebut. Dan tidaklah Sulaiman menceritakan kisah tersebut kepada seorangpun hingga Atho’ meninggal yang kemudian dia menceritakannya kepada salah seorang wanita dari keluarganya.

Dari qiblati ed11/III

Posting Komentar Blogger

 
Top