0 Comment
Abu Hamzah Yusuf Al Atsari

Alhamdulillahi washolatu wassalamu ‘ala Rasulillah, segala puji bagi Allah, sholawat dan salam atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam, amma ba’du Qola (berkata) Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhali Hafidzohullah (semoga ALLAH menjaganya, red) : Al Amru bil Ma’ruf wa nahyi anil munkar, memerintah kepada yang baik mencegah dari perkara yang munkar adalah kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh ummat ini, dan juga merupakan kewajiban-kewajiban yang paling besar dimana agama tidak akan tegak kecuali dengan keduanya, yang pertama adalah amar ma’ruf (menyuruh yang benar, red) dan yang kedua adalah nahyi munkar (mencegah kejelekan, red).
Al Bayan, keterangan :
Menerangkan perkara yang haq ke hadapan manusia dan tidak menyembunyikannya adalah perkara yang besar yang di dalamnya terdapat janji yang besar yaitu berupa pahala bagi orang-orang yang menjelaskan dan menyampaikannya ke hadapan manusia, menyampaikan al-’ilmu dan agama Allah Subhanahu wa ta’ala. Sebaliknya ancaman yang keras atas orang-orang yang menyembunyikannya.
Allah berfirman dalam Al Baqarah 159 :
الَّذِينَ يَكْتُمُونَ مَا أَنزَلْنَا مِنَ الْبَيِّنَاتِ وَالْهُدَى مِن بَعْدِ مَا بَيَّنَّاهُ لِلنَّاسِ فِي الْكِتَابِ أُولَـئِكَ يَلعَنُهُمُ اللّهُ وَيَلْعَنُهُمُ اللَّاعِنُونَ
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab (Al Quran), mereka itu dila’nati Allah dan dila’nati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat mela’nati”
Hal ini yaitu menerangkan perkara yang haq kepada manusia dan mengajak orang untuk loyal kepada ahlinya serta menjauhkan manusia dari perkara yang batil dan memerintahkan untuk meninggalkan para ahli batil, itu ditolak dan dikaitkan oleh ahli bid’ah dan ahlul dhalal (sesat) dan sufiyah dengan perkara al Ghibah. Nah, seperti inilah, ahlul bid’ah ketika dikritik mereka akan mencari seribu alasan untuk menghindar dari kritikan itu. Dan Allahul musta’an ketika kita berbicara tentang sii fulan, atau jamaah fulan maka akan datang serta-merta bersama itu tuduhan-tuduhan ghibah.
Ummat sekarang ini sudah banyak tidak tahu tentang masalah gibah. Adapun ahlul bid’ah, makanya ya ikhwan, tentunya tidak mau jika aurat kesesatan mereka itu terbongkar sehingga mereka bersembunyi dengan alasan ghibah. Miskin (tragis, red).. memang mereka ini ahli bid’ah, miskin.. ahlul dhalal dan orang-orang sufiyah ini yang biasa senyum disana senyum disini yang damai disana dan damai disini. Semua dianggapnya sebagai kawan bahkan orang-orang kafir pun dianggap kawan uhffilakum dari mereka-mereka ini.
Ya ikhwaan, hindarkan diri diri kita dari mereka yang mengatakan demikian. Na’am (ya, red), jadi kita jelaskan sekali lagi jadi ahlil bid’ah bersembunyi dari kritikan-kritikan itu dibalik alasan ghibah.
Wa Allahul musta’an ketika ana menulis tentang Abu Qotadah, maka dengan serta-merta datang tanggapan-tanggapan yang hampir semua mengatakan, “Ini ghibah ya akhi, dia seorang da’i tauhid ya akhi !” Dia seorang da’i yang menyerukan untuk meninggalkan bid’ah ya akhi… Maka saya katakan pada mereka aku tidak peduli walaupun 500 orang atau 2000 orang mengenal sunnah melalui tangannya (dakwahnya, red), Abu Qotadah, mengenal bid’ah melalui tangannya Abu Qotadah, tetapi kalau orang itu tidak lurus dan malah bermuamalah dengan ahlul bid’ah Ya opo ? Apa artinya ???
Hal ini semua tidaklah menjadikan saya untuk diam berbicara tentangnya. Orang-orang munafiq mereka mempunyai kebaikan, tetapi tidak sedikitpun Allah menyatakan pujiannya di dalam Al Qur’an. Orang-orang Khawarij, masya Allah, bacaan quran mereka , jidat-jidat meraka hitam, tetapi Rasulullah tetap mencerca mereka, bahkan A’isyah Radhiyallahu ‘anha mengatakan mereka kilabu ahlinnar, anjing ahli neraka. Na’am.
Kalau seandainya perkara menerangkan kepada ummat tentang yang haq dan menjauhkan dari perkara yang batil itu merupakan ghibah, tentu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam telah bergibah, para shahabat telah berghibah, ibnu Umar telah menggibah Qodariyah, Ibnu Abbas telah menggibah Khawarij, maka tentu juga para Tabi’in telah telah bergibah dan semua ulama Islam telah berghibah, dan ini perkara yang mustahil bagi mereka, karena mereka bukan orang-orang yang tidak tahu tentang ghibah.
Dan kita nasehatkan juga kepada orang-orang kecil itu untuk pelajari gibah, membahas secara khusus tentang ghibah agar mereka mengetahui seperti apa yang dinamakan ghibah dan seperti apa yang dinamakan mengkritik secara syar’i. Na’am.
Qola [Syaikh Rabi'] : Wal ghibah Laa Syak annaha haroomun ?, artinya Dan tidak ragu lagi bahwa ghibah merupakan perkara yang diharamkan, dan juga melanggar kehormatan muslimin serta darah-darahnya serta harta-hartanya juga perkara yang diharamkan.
Demikianlah Rasullullah Shalallahu ‘alaihi Wassalam pernah berkhutbah pada hari idul adha seperti yang diriwayatkan dari Abu Bakroh Radiyallahu ‘anhu beliau berkata: Beliau [Rasul Shalallahu 'alaihi Wassalam bertanya "Hari apakah ini ?". Maka para sahabatnya menjawab Allah dan RasulNya lebih mengetahui, lalu kami diam. Lalu Rasul Shalallahu 'alaihi Wassalam bertanya lagi, "Bukankah ini hari Adha ?" Para Sahabat menjawab, Benar Ya Rasulullah. Lalu Rasulullah bertanya lagi, "Bulan apakah ini ?" Para Sahabat menjawab: Allah dan Rasulnya lebih mengetahui, lalu kami diam sehngga kami mengira bahwasanya Rasulullah akan menyebutnya dengan nama lain. Rasulullah bertanya lagi, "Apakah ini bulan Haram ?" Yakni para sahabat sebenarnya tahu bahwa ini bulan Haram, tetapi khawatir Rasullullah Shalallahu 'alaihi Wassalam akan menyebut bulan Haram dengan sebutan lain. Lalu kami jawab, Benar ya Rasullulah. Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wassalam bertanya lagi
"Negeri Apa ini ?". Lalu kami diam sampai-sampai kami mengira Rasulullah akan
menyebutkan negeri itu dengan negeri lain, lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wassalam bertanya lagi : "Bukankah
ini Negeri Haram yang telah ma'ruf diketahui dan masyhur ?", maka para Sahabatpun mengetahui bahwa negeri itu negeri Haram, lalu sahabat menjawab: Benar ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah bersabda : "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas kalian darah-darah kalian dan harta-harta kalian serta kehormatan-kehormatan kalian seperti keharamannya pada hari ini, yakni yang memiliki kehormatan, di bulan kalian ini, dan di negeri kalian ini" (Muttaqun 'alaih).
Jadi jelaslah bahwa dengan hadits yang disampaikan atau diriwayatkan dari Abu Bakroh ini merupakan suatu dalil bahwasanya ghibah itu adalah perkara yang diharamkan, tetapi masalahnya jangan sampai perkara yang ghibah dikatakan bukan ghibah dan yang bukan ghibah juga dikatakan ghibah. Harus ada yang pembedaan antara yang ghibah dan yang bukan.
Tidak setiap menceritakan kejelekan orang lain itu disebut ghibah tetapi harus melihat sisi-sisi ketentuan dari perkara itu, tidak mungkin ya ikhwan para ulama para ahli hadits ketika menceritakan tentang fulan dho'if (lemah, red), fulan kadzab (pendusta, red), fulan begini dan begini, itu dikatakan ghibah. Apakah ada yang mengatakan ini ghibah? Kalau ada orang ini telah majnun [gila], yaa. Tidak mungkin, ya ikhwan, masalah yang seperti ini disebut ghibah.
Ar Rasul shalallahu’alaihi wassalam pernah menceritakan tentang Abu Jahm, Rasulullah juga telah menceritakan tentang Muawiyah ketika mereka ingin meminang seorang shahabiyah (sahabat Rasulullah dari kalangan muslimah) lalu kemudian dua orang ini kembali, lalu Rasulullah menceritakan tentang dua orang ini. Kedua orang ini ketika diceritakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mereka tidak ada di tempat. Apakah kita katakan bahwa Rasulullah telah berghibah, sementara Rasulullah sendiri yang bersabda dalam hadits ini “Allah mengharamkan darah-darah kalian, mengharamkan harta-harta kalian dan mengharamkan kehormatan-kehormatan kalian,…” Na’am.
Wallahu Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Quran surat Al Hujurat : 12
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيراً مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain.Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah.Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. “
[Qola Syaikh Rabi] Laa syak !, maka tidak ragu lagi bahwasanya daging-daging kaum muslimin ini hukumnya haram, diharamkan bagi seseorang untuk membunuh kaum muslimin, dan orang yang mengghibah saudaranya seolah-olah ia sedang memakan bangkai, dan siapa orang yang sanggup untuk memakan bangkai yang sudah busuk, tentu tidak ada. Tentu saja setiap jiwa ini menolaknya. Akan tetapi demi tercapainya kemaslahatan dan demi tercapainya maksud-maksud Islam, demi terproteksinya agama ini serta terjaganya agama ini, maka Allah Subhnahu wa Ta’ala membolehkan perkara-perkara yang kadang-kadang bentuknya seperti ghibah tapi ia tidak termasuk di dalam ghibah. Maka seorang manusia yang salah yang terjatuh ke dalam kesalahan dan diperingatkan atas kesalahannya itu maka ini adalah perkara yang wajib dan harus dilakukan, dan ini disebut nasihat, disebut pula sebagai bayan sebagai penjelasan, maka ini adalah perkara ushul, mendasar dalam Islam yang harus ditegakkan.
Karena kalau tidak ada yang menegakkan akan tercampur aduklah antara yang haq dan yang batil sementara Allah mengatakan “ditampakkannya yang haq itu dalam rangka menggempur yang batil” sementara kalau yang haq ini tidak digunakan untuk menggempur yang batil maka bisa jadi akan tercampur dengan yang batil atau bahkan kebalikannya yang batil akan menggempur yang haq. Na’am, bila Sunnah itu mati maka bid’ah yang akan hidup bila Sunnah itu hidup maka bid’ah yang akan mati. Dan demikianlah ya ikhwan, jadi kita memperingati orang yang ada padanya mukholafah (penyimpangan, red), yang ada padanya penyimpangan, kemudian kita ingatkan, ini adalah nasihat, dan juga bayan, bukan termasuk permasalahan ghibah.
Qola [syaikh] tujuannya agar agama ini tidak hancur, karena juga kita harus ketahui bahwa betapa banyaknya manusia yang telah bersalah dan betapa banyaknya yang telah terjerumus pada kesalahan dan sangat banyak sekali manusia ? Manusia yang terjerumus dalam kesesatan yang hawa nafsu telah menyetirnya, wal iyadubillah, bahkan sebagian orang-orang sholeh juga yang telah disetir oleh hawa nafsunya sehingga hawa nafsunya juga telah mengalahkan dirinya akhirnya orang sholeh itu terjerumus ke dalam kesalahan dan berbicara tentang Allah tanpa ilmu.
Na’am, bila kita sudah melihat kenyataan seperti ini, tentu sangatlah harus adanya tanbih (peringatan, red) dan sangatlah harus adanya nasihat, bila kita ketahui bahwasanya mujtamaul muslimin, masyarakat muslimin itu banyak yang terjatuh pada kesalahan bahkan bukan masyarakat muslimin saja tetapi dai’-dainya juga yang dulunya sholeh kemudian menjadi tholeh (sesat, red), yang dulunya sholeh terjerumus ke dalam kesesatan maka ketika ini wajib hukumnya memberikan bayan, keterangan, memberikan nasihat memberikan tanbih kepada ummat dari kesalahan yang dilakukannya agar ummat ini tidak mengikuti kesalahan yang diikutinya, na’am, bila dibiarkan tentu mafsadah (kerusakan, red) yang lebih besar. Kerusakan yang lebih menyebar luas, na’am.
Qola [Syaikh] dan inilah diantara kelebihan kelebihan di ummat ini yang membedakan antara ummat ini dengan ummat lainnya, dan diantara kelebihan itu diantaranya bahwasanya Allah melebihkan Dien ini di atas agama-agama yang lainnya dimana Allah menjanjikan untuk menjaga Agama ini, Allah berfiman: ” Sesungguhnya Kami yang menurunkan ad Dzikra dan Kami pulalah yang menjaganya”, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga Dien ini melalui tangan-tangan ummat ini yang Allah telah memujinya dalam firmanNya : “Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan di tengah-tengah manusia dalam rangka memerintah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan kalian beriman pada Allah”
Karena itu ya ikhwan, jadilah para pembela pembela agama Allah, jadilah pembela-pembela Sunnah Rasulullah shalallahu’ alaihi wa sallam. Na’am, kita yakin bahwasanya Allah telah menjaga agama ini dengan penjagaan Allah ini melalui tangan-tangan kita, na’am, melalui kesungguhan kita untuk menjaganya dari perkara-perkara yang baru, dan perkara-perkara yang batil sekalipun.
Na’am, oleh karena itu maka jadilah kalian pembela-pembela sunnah, jadilah kalian pembela Allah dengan membela agamaNya. Lebih baik bagi kita ya ikhwan memiliki musuh seluruh isi dunia daripada kita memiliki musuh Allah di akhirat nanti gara-gara kita tidak mau menjadi pembela agamaNya. Lebih baik kita mempunyai musuh sejuta atau dua juta atau berjuta-juta di dunia ini daripada kita mempunyai musuh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam karena kita tidak mau membela Sunnahnya. Ini ya ikhwan yang perlu kita tegaskan. Na’am, kita nyatakan yang haq itu adalah haq dan yang batil adalah batil.
Qola [syaikh] maka diantara yang termasuk ke dalam amar ma’ruf nahi munkar itu adalah mengkritik kesalahan-kesalahan dan menerangkannya serta menjelakannya ke hadapan manusia dan ini bagian dari amar ma’ruf nahi munkar dan mengokohkan ummat ini di atas Dienullah, dan mengusir atau menghilangkan penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh orang-orang bodoh dan pelanggaran yang dilakukan ahli batil atas agama ini.
Kita cukupkan dulu sampai sini, karena sepertiya sudah sore.
Subhanaka Allahumma wa bihamdika asyhadu alla lailaha ila anta astaghfiruka wa atubu ilaika. Walhamdulillahirobbil ‘alamin.
(Disampaikan oleh Al Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al Atsari di Masjid LIPI, Dago, Bandung, waktu hari Ahad tanggal 12 Oktober 2003 pukul 14.00-16.00. Membahas kita Annaqdu Manhajus Syar’i (Kritikan adalah Manhaj yang Syar’i) karya Syaikh Dr. Rabi’ Bin Hadi AL Madkhali.)
Sumber :  http://www.salafy.or.id/salafy.php?menu=detil&id_artikel=330

Posting Komentar Blogger

 
Top