0 Comment
Disunnahkan bagi seseorang yang sakit agar menulis wasiat. sunnah ini mulai jarang dipraktekkan kaum muslimin. Bahkan menulis wasiat tidak hanya ketika sakit saja tetapi kapan saja ketika ia memiliki sesuatu untuk di wasiatkan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُرِيْدُ أَنْ يُوْصِيَ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيِّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ
“Tidak pantas bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang ingin ia wasiatkan untuk melewati dua malamnya melainkan wasiatnya itu tertulis di sisinya.”[1]
Ibnu Umar radhiallahu ’anhuma berkata,
ما مرت على ليلةٌ منذُ سمعتُ رسول الله صلى الله عليه وسلم قال ذلك إلا وعندي وصيتي
“Semenjak kudengar sabda beliau ini, tidak pernah lewat satu malam pun, melainkan aku sudah mempunyai wasiat.”

Hukumnya adalah mustahab/sunnah dan tidak mesti wasiat harta
Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah dijelaskan,
الوصية للميت مستحبة فيما ينفعه ، إذا كان عنده مال كثير يستحب أن يوصي بالثلث أو بالربع ، أو بالخمس في وجوه البر وأعمال الخير ، ولا تجب عليه ، ولكن إذا أراد ذلك ينبغي أن يبادر ويكتبها
Wasiat hukumnya mustahab/sunnah. jika ia mempunyai harta yang banyak, disunnahkan berwasiat  dengan sepertiga atau seperempat atau seperlima atau berwasiat untuk mewujudkan kebaikan dan amal kebaikan. Hukumnya tidak wajib akan tetapi jika ia berkehendak maka sebaiknya ia bersegera menulisnya.”[2]
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,
إنما تكتب إذا كان له شيء يوصي فيه، أما إذا ما كان له شيء يوصي فيه فإنها لا تشرع له
“Wasiat ditulis jika ia mempunyai sesuatu utnuk diwasiatkan adapun jika tidak ada maka tidak diwajibkan baginya”[3]

Tidak mesti berwasiat saat sakit keras/pengantar ajal saja
Mungkin ada yang salah paham dalam hal ini, mungkin pernah membaca firman Allah Ta’ala,
كُتِبَ عَلَيْكُمْ إِذَا حَضَرَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ إِن تَرَكَ خَيْراً الْوَصِيَّةُ لِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ بِالْمَعْرُوفِ حَقّاً عَلَى الْمُتَّقِينَ
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf , (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.” (AL-Baqarah: 180)
Maka maksudnya adalah diwajib meninggalkan harta yang cukup untuk ahli waris ketika meninggal, jika ia memiliki harta dan tidak mewasiatkan kepada yang lain sehingga kerabatnya terlantar.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-sa’di rahimahullah berkata,
وكان قد {تَرَكَ خَيْرًا} [أي: مالا] وهو المال الكثير عرفا، فعليه أن يوصي لوالديه وأقرب الناس إليه بالمعروف، على قدر حاله من غير سرف،
“Maksud “taraka khairan” adalah harta yaitu harta yang cukup banyak menurut adat saat itu, dan wajib baginya berwasiat bagi anak dan kerabatnya dengan baik sesuai dengan keadaannya tanpa berlebihan.”[4]
Imam An-Nawawi menukil perkataan Imam Asy-Syafi’I rahimahumallahu,
ويستحب تعجيلها وأن يكتبها في صحته ويشهد عليه فيها ويكتب فيها ما يحتاج إليه فإن تجدد له أمر يحتاج إلى الوصية به ألحقه بها قالوا ولا يكلف أن يكتب كل يوم محقرات المعاملات وجزيئات الأمور المتكررة وأما قوله صلى الله عليه وسلم ووصيته مكتوبة عنده فمعناه مكتوبة وقد أشهد
“Dianjurkan agar bergera menulis wasiat, menulisnya ketika sehat dan dpersaksikan. Ia tulis sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika perkaranya berubah maka ia perbarui wasiat tesebut sesuai keadaan.”[5]

Berwasiat kabaikan dan takwa
Tidak mesti berwasiat mengenai harta, hutang, klaim dan urusan-urusan dunia, tetapi yang lebih penting berwasiat kepada kerabatnya agar bertakwa dan istiqamah dalam agama. Katrena wasiat takwa adalah wasiat yang paling mulia, wasiat yang menjamin kebahagiaan di dunia dan di akhirat bagi orang yang berpegang teguh kepadanya.
Tentu lebih mengena jika kita berwasiat kepada keluarga kita dengan tulisan,
“wahai anakku, bertakwalah kepada Allah, jangan nakal ya, tetap semangat belajar dan jangan lupakan akhirat”
“wahai istriku, bertakwalah kepada Allah dan didiklah anak kita agar sukses di akhirat”
Atau wasiat semacamnya dengan kata-kata yang menyentuh dan memberi semangat
Begitu juga para ulama memberikan wasiat kepada keluarganya semisal agar jangan mengangis berlebihan jika saya meninggal, kubur saya jangan di bangun bangunan dan jangan mengadakan peringatan kematian saya dan lain-lainnya.
wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam




[1] Muttafaqun ‘alaih
[2] Sumber: http://alifta.org/fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Page&PageID=3719&PageNo=1&BookID=5
[3] Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/13149
[4] Taisir Karimir Rahmah hal. 85, Mu’assasah Risalah, cet. I, 1420 H, syamilah
[5] Syarh An-Nawawi lishahihi Muslim 11/75, Dar Ihya At-Turats, Beirut, cet. II, 1392 H, Syamilah

Posting Komentar Blogger

 
Top