MARILAH kita senantiasa berupaya sekuat tenaga untuk meningkatkan ketakwaan kepada الله سبحانه وتعالى. Takwa dalam makna yang luas, dengan berusaha menjalankan apa yang telah dituntunkan agama dan senantiasa meninggalkan apa yang menjadi larangan-larangan الله. Berupaya selalu meningkatkan kualitas keimanan dengan meningkatkan kualitas ibadah yang ada, serta berupaya pula menjalankan ibadah-ibadah sunnah yang dicontohkan baginda Rasulullah صلی ﷲ علیﻪ و سلم .
- ”Barang siapa yang bertakwa
kepada الله, الله akan membuka jalan keluar bagi segala urusannya. Dan
memberikan rezeki kepadanya dari arah yang tiada ia sangka.”(Al-Tholaq : 2-3 )
- ”Barang
siapa yang mendekat kepadaKu (kata الله) sejengkal aku akan mendekat
kepadanya sehasta, barang siapa yang mendekat kepadaKu sehasta aku akan
mendekat kepadanya sedepah. Barang yang datang kepada-KU dengan berjalan
aku akan datang kepadanya dengan berlari.” (HR. Bukhari-Muslim)
- ”Wahai Tuhan kami, utuslah untuk mereka
seorang Rosul dari kalangan mereka yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab dan hikmah serta
mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (Al-Baqarah: 129)
- ”Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu dan sesungguhnya merugilah orang-orang yang mengotorinya.” (Asy-Syams: 9-10)
Sarana terbesar dalam penyucian diri adalah صلاة, dan pada waktu yang bersamaan صلاة merupakan bukti dan ukuran dalam penyucian jiwa. صلاة merupakan sarana dalam berubudiyah kepada الله, mewujudkan tauhid yang ikhlas dan syukur kepada الله. صلاة adalah dzikir, gerakan berdiri, ruku', duduk dan sujud. Ia menegakkan ibadah dalam berbagai bentuk utama bagi kondisi fisik. Menegakkan صلاة dapat memusnahkan bibit-bibit kesombongan dan pembangkangan kepada الله سبحانه وتعالى, di samping merupakan pengakuan terhadap hak pengaturan sesungguhnya oleh zat yang maha kuasa. Menegakkan صلاة secara sempurna juga akan dapat memusnakan bibit–bibit ‘ujub, bangga diri dan ghurur bahkan semua bentuk kemungkaran dan sifat-sifat yang keji. الله berfirman:
- ”Sesungguhnya صلاة mencegah dari perbuatan kejian dan mungkar.” (Al-Ankabut: 45)
الله berfirman :
- ”Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman yaitu orang–orang yang khusyu’ dalam sholatnya “ (Al-Mukminun: 1-2)
- ”Sesungguhnya dalam jasad ada
suatu gumpalan; bila gumpalan ini baik maka baik pula seluruh jasad,
dan apabila rusak maka rusak pula seluru jasad. Ketahuilah bahwa
gumpalan itu adalah HATI.” (Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)
”Sesungguhnya khusyu’ merupakan manifestasi tertinggi dari sehatnya HATI, jika khusyu’ telah sirna maka berarti HATI telah rusak. Bila khusyu’ tidak ada berarti HATI telah didominasi berbagai penyakit yang berbahaya dan keadaan yang buruk. Bila HATI telah didominasi berbagai penyakit maka telah kehilangan kecenderungan kepada akhirat. Bila HATI telah sampai kepada keadaan ini maka tidak ada lagi kebaikan bagi kaum muslimim.”
الله berfirman :
- ”Dan dirikanlah صلاة untuk mengingat AKU” (Thoha: 14)
Selain صلاة terdiri dari zikir, bacaan, ruku', sujud, berdiri dan duduk, ia pun merupakan dialog dan munajat pada الله. Bagian ini adalah batin, karena betapa mudahnya bagi orang yang lalai untuk mengerak-gerakkan lisannya, ia tidak menjadi ucapan bila tidak mengekpresikan apa yang di dalam HATI, dan ia tidak menjadi ekpresi jika tidak disertai dengan kehadiran HATI.
Apa artinya permohonan dalam firman الله: اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ”Tunjukilah kami kejalan yang lurus”. Jika HATI tetap lalai? Jika tidak dimaksudkan kerendahan HATI dan doa, betapa mudahnya diucapkan lisan dengan HATI yg lalai, terutama bila telah menjadi kebiasaan.
Batas minimal keberadaan ruh ini ialah kehadiran HATI pada saat takbiratul ihram. Bila kurang dari batas minimal ini berarti kesiaan dan kelalaian. Semakin bertambah kehadiran HATI semakin bertambah pula ruh tersebut dalam bagian-bagian صلاة.
Imam Ghozali Rahimahullah seperti yang disebutkan oleh Syeikh Said Hawa dalam kitab Al-Mustakhlash Fii Tazkiyatil Anfus merangkum makna-makna untuk menciptakan kekhusyukan ini dalam enam hal, yaitu: kehadiran HATI, tafahhum, ta’zhim, haibah, rojaa’, dan haya’.
- PERTAMA : Kehadiran HATI, yang dimaksud menghadirkan HATI adalah mengosongkan HATI dari hal-hal yang tidak boleh mencampuri dan mengajaknya berbicara, sehingga pengetahuan tentang perbuatan senantiasa menyertainya dan fikirannya tidak berkeliaran kepada selainnya. Selagi pikiran tidak terpalingkan dari apa yang ditekuninya sedangkan HATI masih tetap mengingat apa yang tengah dihadapainya dan tidak ada kelalaian dalamnya maka berarti telah tercapai kehadiran HATI.
- KEDUA : Tafahhum atau kefahaman terhadap makna pembicaraan, merupakan sesuatu di luar kehadiran HATI. Bisa jadi HATI hadir bersama lafadz atau bisa juga tidak. Peliputan HATI terhadap pengetahuan tentang makna lafadz itulah yang dimaksudkan dengan kefahaman. Betapa banyak makna-makna yang halus yang difahami oleh orang yang tengah menunaikan صلاة padahal tidak pernah terlintas di dalam HATI-nya sebelum itu? Dari sinilah kemudian صلاة dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, karena ia memahamkan banyak hal yang pada gilirannya dapat mencegah perbuatan maksiat.
- KETIGA : Sedangkan yang ketiga adalah Ta’zhim atau rasa hormat juga merupakan perkara di luar kehadiran HATI dan kepahaman, sebab bisa jadi seseorang berbicara dengan budaknya dengan HATI yang penuh konsentrasi dan faham akan makna perkataanya tetapi tidak menaruh hormat kepadanya. Dengan demikian ta’zhim merupakan tambahan bagi kehadiran HATI dan kefahaman.
- KEEMPAT : adalah Haibah, ia merupakan rasa takut yang bersumber dari rasa hormat merupakan tambahan bagi ta’zhim, bahkan ia adalah ungkapan tentang rasa takut yang bersumber dari ta’zim karena orang yang tidak takut tidak bisa disebut ha’ib, rasa takut dari hewan berbisa seperti ular dan kalajengking atau keburukan perangai seseorang dan sejenisnya termasuk sebab-sebab yang rendah tidak bisa disebut rasa takut yang bersumber dari rasa hormat, sedangkan rasa takut dari orang yang dihormati disebut rasa takut yang bersumber dari rasa hormat
- KELIMA : Yang kelima adalah Roja’ atau rasa harap, maka tidak diragukan lagi merupakan tambahan lain untuk menjadi khusyu'. Betapa banyak orang yang menghormati seorang pejabat atau penguasa tetapi tidak diharapkan rasa balasannya. Sedangkan seorang hamba dengan sholatnya mengharapkan ganjaran الله sebagaimana ia takut hukuman ketika melakukan pelanggaran.
- KEENAM : Adapun yang keenam Haya’ adalah rasa malu merupakan tambahan bagi semua hal di atas, karena landasannya adalah perasaan selalu kurang sempurna dan selalu berbuat dosa dan salah.
Faktor penyebab kehadiran HATI adalah Himmah atau perhatian utama, karena sesungguhnya HATI mengikuti perhatian utama, sehingga ia tidak akan hadir kecuali mengikuti hal-hal yang menjadi perhatian utamanya. Bila ada sesuatu yang menjadi perhatian utama seseorang maka HATI pasti akan hadir. Karena HATI terbentuk dan terkondisikan dengan perhatian utama tersebut. Apabila HATI tidak hadir dalam صلاة maka ia tidak akan pasif begitu saja tetapi pasti akan berkeliaran mengikuti urusan dunia yang menjadi perhatian utamanya. Oleh karena itu, tidak ada kiat dan terapi untuk menghadirkan HATI kecuali dengan memalingkan perhatian utama kepada صلاة.
Sementara itu perhatian tidak akan terarahkan kepada صلاة selagi belum jelas bahwa tujuan yang dicari tergantung kepadanya. Bila hal ini didukung oleh hakekat pengetahuan, keimanan dan pembenaran bahwa akherat lebih baik dan lebih kekal, dan bahwa صلاة merupakan sarana menuju ke sana. Bila HATI tidak bisa hadir pada waktu munajat kepada Maha diraja yang di tangan-NYA segala kekuasaan, maka hal itu adalah kelemahan iman.
Sedangkan faktor penyebab timbulnya kefahaman, setelah kehadiran HATI, ialah senantiasa berfikir dan mengarahkan fikiran untuk mengetahui makna, yaitu menghadirkan HATI disertai konsentrasi berfikir dan menolak lintasan fikiran yang liar. Sedangkan cara menolak berbagai lintasan pikiran yang menyibukan itu ialah memotong berbagai hal yang menjadi bahan fikirannya, yakni membebaskan diri dari berbagai sebab-sebab yang membuat fikiran tertarik kepadanya. Bila hal ini yang menjadi bahan fikiran itu tidak dilenyapkan maka fikirannya tidak akan terpalingkan dari padanya.
Kemudian Ta’zhim atau rasa hormat merupakan keadaan HATI yang lahir dari dua ma’rifat.
- Pertama: Ma’rifat atau pengetahuan kita akan kemuliaan
dan keagungan الله yang merupakan salah satu dasar iman. Siapa yang
tidak diyakini keagungannya maka jiwa tidak akan mengagungkannya.
Kedua: Ma’rifat atau mengetahui akan kehinaan diri dan statusnya sebagai hamba yang tidak memiliki kuasa apa-apa.
Sedangkan haibah atau rasa takut yang bersumber dari rasa hormat dan takut merupakan keadaan jiwa yang lahir dari ma’rifat akan kekuasaan الله, hukuman-NYA, pengaruh kehendak-NYA. Semakin bertambah pengetahuan sesorang tentang الله semakin bertambah haibah dan rasa takutnya kepada الله.
Adapun faktor penyebab timbulnya roja’ atau rasa harap ialah kelembutan الله, kedermawanan-NYA, keluasan nikmat-NYA, keindahan ciptaan-NYA dan pengetahuan akan kebenaran janji-NYA, khususnya janji syorga bagi orang yang صلاة. Bila telah ada keyakinan kepada janji الله dan pengetahuan akan kelembuatan-NYA maka pasti akan muncullah perasaan roja’ dan harap.
Kemudian haya' atau rasa malu akan muncul melalui perasaan serba kurang sempurna dalam beribadah dan ketidakmampuannya dalam menunaikan hak-hak الله. Rasa malu ini akan semakin kuat dengan mengetahui kekurang ikhlasannya, keburukan batinnya dan kecenderungannya kepada perolehan dunia dalam semua amal perbuatannya. Disamping pengetahuannya akan segala konsekwensi kemulian الله, dan bahwa Dia maha mengetahuai rahsia-rahsia dan lintasan HATI sampai ke yang sekecil-kecilnya. Berbagai pengetahuan ini apabila benar-benar telah terwujudkan akan melahirkan suatu yang disebut haya’.
Itulah berbagai sebab dari sifat-sifat tersebut. Setiap sifat yang harus diwujudkan maka caranya adalah dengan mewujudkan sebab yang dapat memunculkannya. Ikatan semua sebab tersebut adalah keimanan dan keyakinan. Kekhusyukan HATI sangat bergantung kepada ada tidaknya keyakinan.
- ”Dan masing-masing orang memperoleh derajat-derajat (seimbang) dengan apa yang dikerjakannya.” (Al-Anam : 132)
H. Zulhamdi M. Saad, Lc
Posting Komentar Blogger Facebook