0 Comment
Ustadz Hartono Ahmad Jaiz
قَُلْ لَوْ اَنَّ عِنْدِي مَا تَسْتَعْجِلُوْنَ بِهِ لَقُضِيَ الأَمْرُ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَاللهُ أَعْلَمُ بِالظَالِمِيْنَ # وَعِنْدَهُ مَفَاِتجَ اْلغَيْبِ لاَ يَعْلَمُهَا إِلاَّ هُوْ وَيَعْلَمُ ماَ فِي اْلبَرِّ وَاْلبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلاَّ يعَلْمَهَُا وَلاَ حَبَّةٍ فيِ ظُلُماَتِ اْلأَرْضِ وَلاَ رَطْبٍ وَلاَ يَابِسٍ إِلاَّ فيِ كِتَابٍ مُبِيْنِ
58. Katakanlah: “Kalau sekiranya ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan, tentu telah diselesaikan Allah urusan yang ada antara aku dan kamu[480]. dan Allah lebih mengetahui tentang orang-orang yang zalim.
59. Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” (QS Al-An’am/ 6: 58, 59).

[480] Maksudnya: tentu Allah telah menurunkan azab kepadamu sampai kamu binasa.
Sayid Thanthawi dalam At-Tafsir Al-Wasith menjelaskan, dari ayat yang mulia ini diambil perkara-perkara yang terpenting adalah: bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi kulliyyat (garis besar) dan juz’iyyat (rincian), dan segala sesuatu di alam ini. Oleh karena itu jelaslah batilnya pendapat sebagian filosuf yang mengatakan bahwa Allah mengetahui kulliyat (garis besar) dan tidak mengetahui juz’iyyat (rincian). Bahwa ilmu ghaib itu kembalinya kepada Allah sendiri. Al-Hakim berkata, Firman Allah Ta’ala:
{ وَعِندَهُ مَفَاتِحُ الغيب لاَ يَعْلَمُهَآ إِلاَّ هُوَ }
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri menunjukkan atas batilnya pendapat Syi’ah Imamiyah; bahwa Imam itu mengetahui sesuatu dari yang ghaib.
Al-Qasimi berkata: Penulis kitab Fat-hul Bayan berkata: Di dalam ayat yang mulia ini ada hal yang menolak kebatilan-kebatilan dukun-dukun, ahli nujum (peramal bintang), dan lainnya dari para pengaku-aku kasyf (tersingkapnya rahasia ghaib) dan ilham yang bukan termasuk urusan mereka dan tidak masuk di bawah kemampuan mereka, dan ilmu mereka tidak meliputinya.
Islam dan pengikutnya telah dicoba dengan kaum yang buruk dari jenis-jenis yang sesat dan macam-macam yang dihinakan ini, dan mereka itu tidak beruntung dari kebohongan-kebohongan dan kebatilan-kebatilan mereka selain garis buruk yang disebutkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang jujur dan diakui kejujurannya:
{مَنْ صَدَّقَ كَاهِنًا أَوْ مُنَجِّمًا فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ عَلَى مُحَمَّدٍ }
Barangsiapa membenarkan (meyakini) dukun (kahin) atau juru ramal bintang (munajjim) maka sungguh telah kafir dengan apa yang Allah turunkan atas Muhammad.
Ibnu Ma’sud berkata: Nabi kalian diberi segala sesuatu kecuali kunci-kunci ghaib. (Muhammad Sayyid Thanthawi, At-Tafsir Al-Wasith, dalam menafsiri ayat Al-An’am: 59, http://www.altafsir.com).
Sahnun berkata: Barangsiapa membenarkan tukang ramal (‘arraf), dukun (kahin) atau juru ramal bintang (munajjim) dalam hal yang ia katakan, maka sungguh telah kafir dengan apa yang Allah turunkan atas Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dia berkata: bagaimana halal bagi Muslim yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk membenarkan mereka sedangkan firman Allah Ta’ala:
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ ﴿٦٥﴾
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. (Qs An-Naml/ 27: 65). (Ibnul Azraq, Badaai’us Suluk fi Thabaai’il Muluk, http://www.alwarraq.com)
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam juga tidak mengetahui yang ghaib, kecuali apabila diberitahu oleh Allah Ta’ala. Maka Allah berfirman:
قُلْ لاَ أَقُوْلُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ اْلغَيْبَ وَلاَ أَقُوْلُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ ماَ يُوْحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي اْلأَعْمَى وَاْلبَصِيْرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُوْنَ
50. Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa Aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (QS Al-An’am/ 6: 50).
قَلْ لاَ أَمْلَكُ لِنَفْسِ نَفْعاً وَلاَ ضرًّا إِلاَّ مَا شَاءَ اللهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ اْلغَيْبَ لاَسْتَكْثَرْتَ مَنَ اْلخَيْرِ وَماَ مَسَّنِيَ السُّوْءَ إِنْ أَناَ إِلاَّ نَذِيْرٌ وَبَشِيْرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُوْنَ

188. Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS Al-A’raaf: 188).
Hal ghaib yang hanya diketahui oleh Allah tersebut telah ditegaskan dalam Al-Qur’an. Apabila seseorang tidak mengimani secara utuh keseluruhannya maka batal keimanannya. Sebagaimana ketika tidak mengimani satu ayat atau bahkan sebagian dari ayat saja dari Kitab Allah yakni Al-Qur’an, maka batal keimanannya. Gugur keimanannya.
أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ فَمَا جَزَاء مَن يَفْعَلُ ذَلِكَ مِنكُمْ إِلاَّ خِزْيٌ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يُرَدُّونَ إِلَى أَشَدِّ الْعَذَابِ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ ﴿٨٥﴾
Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat. (QS Al-Baqarah: 85).
Celaka bagi pembuat cerita dusta untuk mencari tertawanya orang
عن بَهْزُ بْنُ حَكِيمٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ جَدِّي قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَيْلٌ لِلَّذِي يُحَدِّثُ بِالْحَدِيثِ لِيُضْحِكَ بِهِ الْقَوْمَ فَيَكْذِبُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ (الترمذي وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ)
Dari Bahz bin Hakim, bahwa bapaknya telah bercerita kepadanya dari kakeknya, ia berkata, aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah bagi orang yang berbicara dengan satu pembicaraan agar menjadikan tertawanya kaum, maka ia berdusta, celakalah baginya, celakalah baginya.” (HR At-Tirmidzi, hadits hasan).
Satu perkataan saja kalau itu sesuatu yang tidak diridhai Allah Ta’ala bisa mengakibatkan tercemplung ke neraka. Sebagaimana ditegaskan dalam hadits:
1721 حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ يَنْزِلُ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ *
1721 Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Adakalanya seorang hamba mengucapkan satu kalimah yang menyebabkan dia tergelincir ke dalam Neraka yang jarak dalamnya antara timur dan barat . (Hadits Muttafaq ‘alaih).
Humor Gus Dur itu mengandung aneka masalah:
1. Menghumorkan Akherat dan Malaikat berarti menjadikan simbol-simbol pokok keimanan dan keislaman sebagai bahan lawakan. Ini bukan perkara kecil, tetapi amat dahsyat.
2. Menghumorkan Akherat itu mengandung pengakuan seakan pelakunya tahu tentang hal ghaib. Sedangkan mengatakan tentang Akherat tanpa dalil yang benar saja sudah tidak boleh dalam Islam, apalagi menghumorkannya.
3. Menghumorkan Malaikat itu mempersonifikasikan Malaikat, makhluq ghaib. Padahal berbicara tentang malaikat yang ghaib itu tanpa dalil saja sudah tidak dibolehkan dalam Islam, karena berbicara atas nama Allah (yang berhak menjelaskan tentang hal ghaib) tanpa mandat dari Allah Ta’ala. Apalagi menghumorkannya. Maka kelakuan itu berarti telah menjadikan simbol-simbol pokok agama ini sebagai bahan mainan tertawaan.
4. Humor itu sendiri kalau berupa cerita yang diada-adakan (membuat dusta) agar ditertawakan orang, maka dikecam oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai orang yang celaka baginya. Apalagi bila cerita yang diada-adakan itu menyangkut agama, bahkan hal ghaib, dalam hal ini Akherat dan Malaikat serta balasan amal manusia di Akherat, maka tentu kecamannya bagi pembuat cerita humor itu lebih dahsyat lagi.
5. Menghumorkan Akherat dan Malaikat dengan disebarkan kepada umum itu menyesatkan manusia dan memprovokasi agar manusia tidak menghargai lagi simbol-simbol keimanan, apalagi mengimaninya.
6. Menghumorkan Akherat dan Malaikat yang isinya putar balik: Sopir (entah beriman atau tidak, dan bahkan ngebut) ditempatkan di akherat oleh Malaikat pada tempat yang jauh lebih baik dengan alasan karena perbuatan ngebutnya itu mengakibatkan orang-orang berdoa. Kata Gus Dur: Lalu malaikat itu memberikan kamar yang mewah untuk sopir Metro tersebut dan peralatan yang terbuat dari emas.
Ini memutar balikkan norma-norma. Bahkan menjadikan yang munkar (keburukan), yaitu menyopir Metro Mini, bus umum, dengan ngebut sebagai ma’ruf (kebaikan) yang tinggi dan dibalas di akherat dengan balasan yang sangat baik. Betapa beraninya dalam memorak porandakan pengertian pahala atau balasan di Akherat kelak.
7. Merusak tatanan masyarakat. Karena memberi pengertian, sopir Metro Mini (bus umum) yang ngebut justru di Akherat malaikat itu memberikan kamar yang mewah untuk sopir Metro tersebut dan peralatan yang terbuat dari emas.
Ini sama dengan memengaruhi masyarakat agar menghargai setinggi-tingginya terhadap sopir yang ngebut alias ugal-ugalan, dan diiming-imingi balasan di akherat kelak berupa sebaik-baiknya tempat, melebihi tempat juru da’wah yang dia sebut mengakibatkan orang ngantuk. Hal semacam itu tidak akan dilontarkan kecuali oleh orang yang merusak tatanan masyarakat.
8. Mungkin Gus Dur dan para pendukungnya akan beralasan, bahwa itu hanya humor. Perlu ditanya: Apakah mengenai hal yang sangat prinsipil, balasan di akherat kelak, yang sangat menentukan tentang Surga dan Neraka itu hanya humor? Benar-benar kena batunya: Ketika ia dan seluruh yang terlibat dalam perkara ini beralasan bahwa itu hanya humor, berarti telah menjadikan sesuatu yang sangat prinsipil, mengenai keadilan Allah, yakni keputusan terakhir di Akherat kelak, apakah seseorang itu ditempatkan di Neraka atau di Surga itu hanya bahan humor. Itu pada dasarnya adalah menganggap agama Islam ini hanya humor. Apakah tingkah orang ini bersama seluruh yang terlibat dalam penyebaran hal ini bukan penodaan agama yang sangat kurangajar, sekaligus memprovokasi untuk merusak tatanan masyarakat? Dan apakah masyarakat dan penguasa akan diam saja? Padahal mendiamkan sesuatu yang merusak agama dan tatanan masyarakat itu hampir sama bahayanya dengan yang merusak itu sendiri, karena memberi peluang akan terus-terus berlanjutnya pengrusakan!
Apakah memang akan dibiarkan agar rusak semua?!!
sumber: blog ustadz hartono ahmad jaiz

Posting Komentar Blogger

 
Top