0 Comment


Bahasa ‘Arab :

Jalan Mendapatkan ‘Ilmu yang Benar


‘Ilmu syar’i yang benar adalah sarana seorang hamba untuk  ber’ibadah kepada Allah –ta’ala- dengan benar pula, sedangkan ‘ibadah adalah tujuan utama diciptakannya para jinn dan manusia, Allah –ta’ala berfirman- :
“Tidaklah Aku (Allah) menciptakan para jinn dan manusia melainkan agar mereka ber’ibadah kepada-Ku)) QS. AdDzariyat:56.
‘Ilmu syar’i termasuk qurbah (pendekatan diri) yang paling tinggi kepada Allah –ta’ala-, bahkan  para ‘Ulama berkata bahwa sesungguhnya ‘lmu (syar’i) merupakan agama, oleh karena itu sudah sepantasnyalah kita memperhatikan dengan baik dari siapa kita mengambil agama kita ini? Dari sumber yang bagaimana kita ambil agama kita ini?
Jika tidak demikian maka dikhawatirkan perihal kita bagaikan حاطِبُ اللَّيْلِ“pencari kayu bakar dimalam hari”, yang mana bisa jadi diantara kayu bakar yang ia kumpulkan terselip pula ular berbisa yang akan mematuk dan membunuhnya.
Al Imam Muslim –rahimahullah- mengeluarkan sebuah hadits dalam muqaddimah shahihnya, dari Muhammad Bin Sirin –rahimahullah-, beliau (Muhammad Bin Sirin) berkata:
“Sesungguhnya ‘ilmu (syar’i) ini adalah bagian dari agama, oleh karena itu perhatikanlah dari siapakah kalian mengambil agama kalian?”.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah telah menjelaskan tentang bagaimanakah cara mendapatkan ‘ilmu yang benar, dimana beliau berkata:
“’Ilmu itu membutuhkan penukilan yang terpercaya dan pengkajian yang teruji”.
Jadi, kita dituntut untuk mengerti ma’na yang dikandung oleh nash-nash Al Qur`an dan As Sunnah dimana keduanya  tertulis dan sampai kepada kita dalam bahasa ‘Arab, dan memang itulah cara untuk menghasilkan ‘ilmu yang haqq, tanpa pengetahuan akan hal itu maka kita tidak dapat memetik manfa’at dari kandungan nash-nash tersebut, atau kita akan salah memahami maksudnya sehingga salah pula pengamalannya, jika salah pengamalan maka tersesatlah kita dari jalan yang benar –na’udzu billah tsumma na’udzu billah min dzalik-, oleh karena itu kita harus memahami ma’na kandungan nash-nash syar’i tersebut dengan benar, sedangkan hal itu tidak dapat terlaksana tidak kecuali jika kita mengetahui ‘ilmu bahasa ‘Arab ini.
Perkataan seseorang  tentang Al Qur`an ataupun As Sunnah tanpa dasar ‘ilmu adalalah suatu tindakan tercela dan takalluf (membebani diri) dan hal itu sangat terlarang didalam islam, ‘Umar Bin Al Khaththab –radhiyallahu ‘anhu- berkata:
“Kami (para shahabat) dilarang untuk takalluf ( perbuatan membebani  diri)”. HR. AlBukhary (no.6863).
Hadits ini hukumnya marfu’, maksudnya :  larangan ini sebenarnya bersumber dari Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, karena siapa lagi yang melarang ‘Umar dan para shahabat lainnya –radhiyallahu ‘anhum- kalau bukan Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasalllam-?
Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- juga bersabda:
“Sehingga jika tidak tersisa lagi seorangpun ahli ‘ilmu maka para manusia akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu para pemimpin itu akan ditanya, lalu merekapun berfatwa tanpa dasar ‘ilmu, maka akhirnya mereka sesat dan menyesatkan”. HR. AlBukhary (no. 100), dan Muslim (no. 2673).
Al Imam Asy Syathibi berkata : (yang demikan itu terjadi) karena mereka (para pemimpin yang bodoh) jika tidak mengerti bahasa ‘Arab, maka merekapun akan menjadikan bahasa ‘Ajam (non ‘Arab) sebagai alat untuk memahami Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya.
Allah -ta’ala- Menurunkan Al Qur`an dengan bahasa ‘Arab dan tidak dengan bahasa selainnya, Allah –ta’ala- berfirman :
“Sesungguhnya Kami turunkan al Qur`an dalam bahasa ‘Arab agar kalian memahaminya” QS.AzZukhruf:3.
Begitu pula Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagai orang yang menerima wahyu Al Qur`an adalah seorang ‘Arab tulen, juga para manusia yang menyaksikan masa-masa turunnya wahyu adalah orang-orang ‘Arab, maka Al Qur`an pun ditujukan kepada mereka dengan gaya bahasa mereka dan tidak sedikitpun terdapat lafazh ‘ajam (lafazh selain ‘Arab).
Bahasa ‘Arab adalah salah satu penolong terbesar bagi kita untuk memahami maksud Allah dan Rasul-Nya yang tertuang didalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-, dan ketahuilah bahwa pada ‘umumnya kesesatan ahli bid’ah adalah disebabkan ketidakfahaman mereka akan bahasa ‘Arab. Merekapun menafsirkan Al Qur`an dan As Sunnah sesuai dengan pemahaman yang mereka klaim adalah benar, padahal tidak demikian adanya.
Mengerti bahasa ‘Arab dengan baik dapat menjaga kita agar tidak terjerumus kedalam perkara-perkara yang syubhat (samar / tidak jelas) dan perbuatan mengada-ngada dalam beragama, sebagaimana yang banyak terjadi pada individu atau kelompok yang menisbatkan diri mereka kepada Islam.
Al Imam Muhammad Bin Idris Asy Syafi’i –rahimahullah- berkata :
“Tidaklah terjadi kebodohan dan perpecahan ummat manusia kecuali karena mereka meninggalkan bahasa ‘Arab dan lebih menyenangi bahasanya Aristoteles”.
Beliau (Al Imam Asy Syafi’i) –rahimahullah- juga berkata:
“Seseorang tidak akan mengetahui penjelasan susunan kata yang dikandung ‘ilmu Al Qur`an jika ia tidak mengerti akan luasnya bahasa ‘Arab”.
Al hasil, Mengetahui bahasa ‘Arab adalah sebab kemudahan untuk kita dalam menjalankan pengabdian kita kepada ‘Allah –ta’ala-, sebagaiman yang difirmankan Allah –ta’ala- :
“Sesungguhnya Kami mudahkan Al Qur`an itu melalui bahasamu (wahai Muhammad) agar mereka mendapat pelajaran” AdDukhan:58.
Bahasa ‘Arab –sebagaimana yang telah dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah- adalah syi’ar Islam dan kaum muslimin, karena bahasa adalah simbol masing-masing ummat dan cirri khas mereka, jadi sebagai kaum muslimin marilah kita menjadikan syi’ar / symbol dan cirri khas kita adalah bahasa Al Qur’an dan As Sunnah, bahasa Islam dan kaum Muslimin, yaitu bahsa ‘Arab.
Penulis: Ust Kamal Abu Muhammad Al Medany

Posting Komentar Blogger

 
Top