7 Comment
Seringkali kita dengar di surau atau masjid setelah dikumandangkannya adzan, muadzin membaca shalawat dengan suara yang keras. Bahkan ada yang dengan nada yang mendayu-mendayu ketika membaca shalawat seperti shalawat nariyah
Mereka yang melakukan hal tersebut biasanya berdalil berdasarkan hadits mengenai doa di antara adzan dan iqomah.



Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ

“Tidak akan ditolak doa yang dipanjatkan antara adzan dan iqamah” [HR. Nasa’i dalam Amalul-Yaum wal-Lailah no. 67-69, Ibnu Khuzaimah no. 425-427, dan At-Tirmidzi no. 3594; shahih].

Ada juga pada sebagian masjid sang muadzin dan para makmum bersama-sama dengan suara yang nyaring bahkan menggunakan alat pengeras suara membaca kalimat ini : ASTAGFIRULLAHAL 'ADZIM MINKULLI DZAMBIL 'ADZIM LA YAGHFIRU DZUNUBA ILLA RABBUL 'ALAMIN atau YA ALLAHU BIHA....YA ALLAHU BIHA ....YA ALLAHU BIHUSNIL KHOTIMAH berulang-ulang sambil dilagukan. Yang menjadi pertanyaan adalah, adakah tuntunannya ?

Barangkali kita pernah mendengar pula bahwa ada anjuran membaca shalawat dan meminta wasilah bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku, maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)
Dari hadits di atas jelas bahwa ada tuntunan bershalawat dan wasilah bagi beliau setelah adzan. Dari sinilah sebagian muadzin berdalil akan agungnya amalan shalawat setelah adzan sampai-sampai dikeraskan dengan pengeras suara.
Perlu diketahui bahwa amalan mengeraskan suara setelah kumandang adzan telah dibahas oleh para ulama akan kelirunya dan digolongkan sebagai bid’ah sayyi’ah (bukan bid’ah hasanah). Kita dapat menemukan pernyataan tersebut, di antaranya dalam perkataan Syaikh Sayyid Sabiq –rahimahullah- yang mungkin saja di antara kita telah memiliki atau membaca buku fiqih karya beliau, yakni Fiqih Sunnah.
Syaikh Sayyid Sabiq –rahimahullah- berkata,
"Mengeraskan bacaan shalawat dan salam bagi Rasul setelah adzan adalah sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan amalan tersebut termasuk dalam bid’ah yang terlarang. Ibnu Hajar berkata dalam Al Fatawa Al Kubro, “Para guru kami dan selainnya telah menfatwakan bahwa shalawat dan salam setelah kumandang adzan dan bacaan tersebut dengan dikeraskan sebagaimana ucapan adzan yang diucapkan muadzin, maka mereka katakan bahwa shalawat memang ada sunnahnya, namun cara yang dilakukan tergolong dalam bid’ah. “
Syaikh Muhammad Mufti Ad Diyar Al Mishriyah ditanya mengenai shalawat dan salam setelah adzan (dengan dikeraskan). Beliau rahimahullah menjawab, “Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Khoniyyah bahwa adzan tidak terdapat pada selain shalat wajib. Adzan itu ada 15 kalimat dan ucapkan akhirnya adalah “Laa ilaha illallah”. Adapun ucapan yang disebutkan sebelum atau sesudah adzan (dengan suara keras sebagaimana adzan), maka itu tergolong dalam amalan yang tidak ada asal usulnya (baca: bid’ah). Kekeliruan tersebut dibuat-buat bukan untuk tujuan tertentu. Tidak ada satu pun di antara para ulama yang mengatakan bolehnya ucapan keliru semacam itu. Tidak perlu lagi seseorang menyatakan bahwa amalan itu termasuk bid’ah hasanah. Karena setiap bid’ah dalam ibadah seperti contoh ini, maka itu termasuk bid’ah yang jelek (bukan bid’ah hasanah, tetapi masuk bid’ah sayyi-ah, bid’ah yang jelek). Siapa yang klaim bahwa seperti ini bukan amalan yang keliru, maka ia berdusta.” (Berakhir nukilan dari Syaikh Sayyid Sabiq)
Lihatlah Syaikh rahimahullah sendiri menganggap bahwa bid’ah dalam masalah ibadah bukanlah masuk bid’ah hasanah, beliau golongkan dalam bid’ah sayyi’ah. Renungkanlah saudaraku yang selalu beralasan dengan "bid’ah hasanah" atas perbuatan keliru yang jelas jauh dari tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam! Perhatikanlah ucapan seorang alim ini! Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang beliau ajarkan adalah do’a sesudah adzan tidak dikeraskan (dengan pengeras suara) sebagaimana adzan.
Adapun do’a sesudah adzan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut. Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘Allahumma robba hadzihid da’watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 ).
Namun sekali lagi bacaan do'a adzan ini tidak perlu dikeraskan setelah adzan dengan pengeras suara agar tidak membuat rancu dan tidak membuat orang salah menganggap itu masih lafazh adzan.
Wallahu waliyyut taufiq.
Reference: Fiqih Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq, 1/ 91, Muassasah Ar Risalah
Sumber:www.rumaysho.com dengan sedikit penambahan.

Posting Komentar Blogger

  1. Banyak bacot nih orang,
    kalo bahas jangan hanya yang mendukung doang,
    ini agama bung, bukan doktrin yang harus benar . .

    jadi harus pro-dan kontra mengenai pendapatnya,
    dilihat dari kitabnya juga bukan ulama-ulama salaf,
    kalo itu emang mengganggu ya memang gak boleh,
    tapi kalo didesa itu syiar islam,
    mendengarkannya menenangkan hati,
    bukan fanatik,
    tapi Kalo Rosul hidup zaman sekarang,
    InsyaAllah beliau gak akan melarang syiar itu . .

    BalasHapus
  2. kalau mau komentar,jangan pakai identitas anonim bung..itu tandanya ente pengecut..!!
    ane menerangkan dengan dalil2 yang syari..bukan ngelantur ..bila mau berargumen,silahkan dengan ilmu..terima kasih..

    BalasHapus
  3. wong kok senenge gawe2. baik menurut siapa coba???? antara adzan iqomah adalah untuk berdoa. drpd pujian2 sholawatan atau bahkan sholawat yg dinyanyikan (sholawat adl doa dan berdoa itu dg suara lirih) .. lebih baik zikir, sholat sunnah sambil nunggu jamaah datang. sudah saatnya kebiasaan yg ''dianggap'' sunah itu ditinggalkan. memang susah ngerubah kebiasaan yg sdah mendarah daging..

    ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

    Berdo'alah kepada Rabbmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. [al-A'raf/7 : 55]

    BalasHapus
  4. Baca shalawat / puji-pujian pake pengeras suara di masjid setelah dan sesudah adzan kalo di pesantren sepakat tapi kalo di daerah yang penduduknya heterogen barangkali perlu ditinjau lagi dari berbagai sisi

    BalasHapus
  5. Logikanya Puji-pujian dengan suara keras jelas mengganggu orang lain yang melakukan shalat sunah, baca alqur'an saja ada orang shalat harus dipelankan kok malah puji-pujian pakai speker...

    BalasHapus
  6. Membaca Quran zikir solawat doa, itu boleh dibaca kapan saja tdk ada ketentuan yg melarangnya waktunya bebas dan yg paling baik di masjid dan yg paling baik lagi sebelum salat fardu atau sesudahny a karena dalam bacaan tsb banyak mengandung doa apalagi dibacakan diwaktu mustajab.Apabila suatu amal ada yg menentang dan ada pula banyak melakukannya. Kalau ngadu dalil tdk ada yg mau kalah maka dlm hadits sabda Rosulullah. Ababila terjadi suatu perselisihan dalam ibadag jalan terakhir alaikum bisawadil a'dzom maka harus memilih golongan yg lebih banyak melakukannya

    BalasHapus
  7. Anonim# klo ngomongin amaliyah dalam agama jangan mentafsiri dengan otak dan hati kerdil bung,jika blm faham ilmu agama jangan bersikap arogan yang justru mencerminkan diri Anda bagian dari golongan orang yang kerdil dan pekok bung #Anonim.

    BalasHapus

 
Top