0 Comment

Assalamualaikum warahmatullah..:)

Memang benar, bahwa mencintai lawan jenis adalah salah satu sifat dasar manusia (fitrah) yang diberikan oleh Allah. Soal kebenaran bahwa cinta kepada lawan jenis itu termasuk fitrah yang dianugerahkan oleh Allah bisa kita baca firmanNya, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadaap syahwat berupa wanita”(QS Ali Imran :14)
Anugerah Allah yang berupa cinta [syahwat] kepada lawan jenis merupakan unsur kekuatan manusia dalam membangun kehidupan dan peradabannya. Dengan cinta inilah, manusia menyuburkan nilai rasa, emosi, dan kasih sayang agar kehidupan dunia menjadi indah.
Untuk tujuan itulah Allah tidak membiarkan manusia mencari sendiri bentuk melampiaskan cintanya tanpa bimbingan, sebab pelampiasan rasa cinta yang liar justru akan merusak keindahan hidup manusia. Kita saksikan di dalam panggung dunia ini, berapa banyak orang yang melakukan aksi dengan mengatasnamakan cinta tetapi dia gagal mewujudkan keindahannya. Cinta yang buta cenderung menumbuhkan langkah yang sesat, ketika orang buta melangkahkan kakinya semau sendiri dengan keyakinan sendiri tanpa tuntunan orang yang melihat, ia akan melangkah ke arah yang tak terkendali. Langkah yang tidak di atas jalan yang benar, bukan menuju tujuan dan mendapatkan keindahannya, tetapi justru akan membawa menuju bencana.

Demikianlah, Allah juga telah menentukan bagaimana cinta yang telah dianugerahkan itu gharus disalurkan. Saluran cinta kepada lawan jenis yang resmi ditentukan oleh Allah adalah nikah. Dengan nikah ini, manusia bisa leluasa mengekspresikan luapan rasa, emosi, kasih dan cintanya sampai dalam bentuk hubungan seksual. Dengan keluarga inilah, hubungan cinta akan menghasilkan anak-keturunannya untuk menyempurnakan kesenangan, kebahagiaan, dan kebanggaan. Dengan keluarga ini pula, manusia membangun norma, etika, estetika dan syari’at yang mampu memelihara dan mengkokohkan unsur kekuatan yang sangat mendasar sifatnya ini, tanpa menyebabkan kerusakan dan kehancuran tata kehidupan sosialnya. Selain itu, dengan nikah pula cinta akan mendorong sikap tanggung jawab secara penuh.
Sejarah umat dan bangsa-bangsa menunjukkan bagaimana kehancuran di banyak peradaban mereka justru karena “cinta kepada lawan jenis” yang tidak sesuai dengan garis ketentuan dari Allah. Rasulullah pernah berpesan : “Sesungguhnya dunia ini manis dan menyegarkan…Maka takutlah kalian kepada wanita, karena cobaan yang pertama terhadap Bani Israil ialah karena wanita.” (Al Jami’ Ash-Shagir, 2/179).
Belum lagi jika kita menilai dari aspek lain, bahwa cinta kepada sesama manusia tidak dibenarkan melebihi cintanya kepada Tuhannya. Hal ini berarti pula, bahwa cinta kepada lawan jenis tidak boleh disertai dengan melanggar tata aturanNya, dengan mengatasnamakan fitrah. Kita tentu faham, makan adalah kebutuhan manusia yang juga telah diberikan oleh Allah, tetapi tentu tidak boleh kita beralasan bahwa itu kebutuhan manusia lalu kita makan sesuatu yang haram.

Demikian pula mengungkapkan rasa cinta tanpa mengikuti tuntunan syari’at, tentu suatu sikap lancang yang akan membawa kerusakan. Mungkin ada yang bertanya, mengapa demikian? Sebab ungkapan cinta yang hanya verbal sesungguhnya cenderung pada kepalsuan. Tentu kita sepakat bahwa cinta tidak cukup hanya di bibir belaka. Cinta bukan sekedar bisa berpelukan, bercanda bersama, makan bersama, atau bahkan tidur bersama. Cinta yang hakiki lebih jauh dari itu, menuntut sikap tanggung jawab sebagai bukti cintanya, menuntut pengorbanan, kerja sama dan saling membantu. Maka kesalahan besar jika ungkapan cinta hanya dikatakan dengan kata, “Aku cinta padamu”. Ungkapan cinta tersebut, yang hanya verbal, yang biasa diucapkan kaum muda dan dilanjutkan dengan bersenang-senang dalam wadah pacaran itu mengandung banyak penipuan. Seseorang cenderung berpura-pura terhadap orang yang di”cintai”nya. Seolah-olah ia menampakkan cintanya, tetapi sebenarnya hanya untuk menarik pihak lain supaya terjebak ke dalam perangkapnya. Buktinya, berapa banyak orang yang di saat pacaran terlihat mesra tetapi ketika melanjutkan dalam ikatan keluarga lalu putus begitu saja. Memang tidak semua, tetapi kepalsuan ini menjadi sebuah kecenderungan umum. Maka tak heran jika kita saksikan banyak terjadi kasus wanita hamil di luar nikah, bunuh diri karena putus cinta dan lain-lain.

Jika benar-benar cinta telah tumbuh di dalam hati, dan siap berkorban demi mewujudkan cintanya itu, mengapa tidak disiapkan untuk hidup selamanya dalam ikatan yang sah, ikatan pernikahan? Problem utamanya adalah takut pernikahan itu akan memenjarakan kesenangannya yang lain. Ini artinya mau cinta tetapi tak mau berkorban, maka bisa dibilang sikap egois.

Ungkapan cinta yang Islami, adalah datang kepada wali lawan jenis itu, lalu menyampaikan khitbah (lamaran). Jika diterima, lanjutkan dengan membangun cinta kasih di dalam wadah keluarga, jika ditolak cari yang lain.
Lho, kok cari yang lain. Emang cinta bisa digantiin dengan yang lain. Inilah cara pandang bodoh, emangnya yang dicintai itu apanya? Cantiknya, pinternya, jabatannya, atau apanya?
Rasulullah mengajarkan di dalam sabdanya, “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena nasabnya, karena kedudukannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. maka pilihlah pernikahan yang karena agamanya”
Ya.. kalo bisa mendapatkan keempatnya ada di dalam satu pribadi, itu adalah keberuntungan. Tetapi ingat, yang paling penting adalah menikahi karena agamanya. jadi cinta, ya cinta tetapi jangan asal-asalan. Ketemu orang di jalan lalu jatuh cinta…. jangan. Kenalilah agamanya, jika jatuh cinta ajukan lamaran.
Yang perlu diketahui, cinta kita harus digunakan sebagai sarana untuk membangun peradaban, untuk menggapai ridla Allah semata. ok ya,ok dong....:)

wassalamualaikum warahmatullah..:)

Posting Komentar Blogger

 
Top