0 Comment

Bentuk dan model serta cara berpakaian, dalam ajaran Islam termasuk persoalan adat. Islam hanya mewajibkan wanita dan laki-laki menutup aurat dengan batasan yang sudah ditentukan. Adapun cara menutup auratnya, bentuk pakaiannya, semuanya diserahkan kepada manusia itu sendiri, selama tidak menyalahi aturan di atas, menutup aurat. 



Dalam kaidah fiqih disebutkan, bahwa asal dalam masalah adat adalah boleh, sampai ada dalil yang melarangnya (al-ashlu fil 'adah al-Ibahah, hatta yadullad dalil 'alat tahrim). Artinya, silahkan manusia berkreasi sendiri tentang cara, bentuk dan lain sebagainya. Dan ini berbeda dengan masalah ibadah. Untuk masalah ibadah, khususnya ibadah mahdah, asal dalam ibadah adalah dilarang, sampai ada dalil yang memerintahkannya (al-ashlu fil ibadah al-buthlan hatta yadullad dalil 'alal amri). Jadi untuk masalah ibadah, kita tidak boleh berkreasi mencipta-cipta. Jika tidak ada petunjuk dari Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh membuat atau melakukan apapun. 



Karena cara dan bentuk berpakaian termasuk masalah adat, maka sebagaimana telah saya sampaikan, semuanya diserahkan kepada kita cara dan bentuknya. Hanya, ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam berpakaian, khususnya untuk wanita: 

1. Laa taksyif, artinya jangan terbuka. Maksudnya, jangan sampai pakaian tersebut membuka aurat kita, sehingga aurat nampak dan tidak tertutup. Pakaian yang tidak memenuhi syarat ini, tidak diperbolehkan dipakai, karena tidak menutup aurat. 



2. Laa tasyif, artinya jangan transparan. Maksudnya, selain pakaian tersebut harus menutup aurat, juga tidak boleh sampai membayang atau transparan, sehingga bentuk dalam badan kita nampak dari luar. Dengan kata lain, bahan pakaian yang dipergunakan jangan sampai yang tembus pandang atau terlalu tipis sehingga tubuh kita membayang. Pakaian yang tidak memenuhi syarat ini juga tidak dibenarkan untuk dipakai. 



3. Laa tashif (menggunakan huruf shad, dari kata washafa yashifu), yang artinya jangan ketat. Sekalipun pakaian itu tidak membuka aurat kita, tidak transparan, namun jika sangat ketat sehingga bentuk tubuh kita kelihatan, ini juga tidak dibenarkan untuk dipakai. Mengapa? Karena bentuk tubuh atau lekukan tubuh yang nampak karena pakaian yang ketat, juga mengundang perhatian berlebihan dari kaum laki-laki. 



Demikian tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam hal berpakaian. Lalu apakah celana panjang atau jeans boleh dipakai oleh wanita? Hemat saya, sulit untuk mencarikan dalil tidak bolehnya wanita memakai celana panjang atau jeans. Tentu selama tidak termasuk salah satu dari tiga hal di atas, terutama hal yang ketiga, tidak ketat. 



Mengatakan jeans adalah menyerupai laki-laki, juga hemat saya kurang tepat. Yang dimaksud dengan jangan dan tidak boleh perempuan menyerupai laki-laki dalam kontek pakaian adalah bahwa pakaian itu menurut keumuman adat yang berlaku hanya dipakai oleh laki-laki. Sehingga ketika seorang perempuan memakainya, maka hampir seluruh orang yang melihat akan mengatakan dia adalah laki-laki. Nah, hal ini, hemat saya, tidak didapatkan untuk celana panjang atau jeans. 



Untuk saat sekarang, jeans bukan milik semata kaum adam, tapi juga milik berdua; kaum hawa dan adam. Karena itu, hemat saya dan Allah tentu Maha Tahu yang lebih benar, wanita diperbolehkan memakai celana panjang atau celana jeans jika memenuhi syarat-syarat di atas. Sungguh luar biasa, dan  ini yang sangat diharuskan, bagi wanita yang memakai celana panjang atau celana jeans, hendaknya ia memanjangkan bajunya sehingga menutup, maaf, pantat dan pahanya. Jika seseorang memakai celana panjang, tapi pantat kelihatan dan menjadi pusat perhatian kaum adam karena membentuk, maka pakaian seperti ini tidak diperbolehkan. 



Oleh karena itu, model pakaian wanita yang menggunakan celana panjang selama tidak termasuk salah satu dari tiga hal di atas, dan ditambah dengan menutup bagian pantat dan paha, hemat saya, sesuai dengan ajaran Islam. Wallahu a'lam bis shawab.

Posting Komentar Blogger

 
Top